BIJAKSANA DALAM ISLAM
(Prepared by Mas Iman)
A’uudzubillaahi
minasysyaithaanir rajiim
heart emotikon Bismillahirrahmaniraahim... heart emotikon
Al-Hamdulillah, segala puji
milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Amma Ba'du
“Allah memberi khikmah
kepada siapa yang dikehendaki, barangsiapa yang diberi khikmah maka akan diberi
kebaikan yang banyak, dan tidaklah mengambil pelajaran kecuali orang yang
mempunyai akal” (QS: al-Baqarah; 269)
Ada satu ajaran agama kita
yang sebenarnya penting sekali, tetapi kita semua selaku umat Islam belum
begitu memperhatikannya dengan baik atau belum menjadikannya sebagai satu
pedoman bagi kehidupan nya, yaitu persoalan “KEBIJAKSANAAN”.
Persoalan ini penting
sekali, sebab mempunyai sumber hukum yang jelas dan kuat; banyak sekali
ayat-ayat al-Qur’an atau hadits yang menjelaskan-nya. Selain itu, hal bijaksana
atau kebijaksanaan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada sukses atau
tidaknya hidup seseorang. Artinya baik atau tidaknya hidup kita, sangat
ditentukan oleh ada atau tidaknya sikap bijaksana ini; hidup kita bisa baik,
sebab kita bertindak dengan bijaksana (Orang Bijasana , Insya'alloh mampu
berlalku adil) , sebaliknya hidup kita bisa hancur tak terkirakan, juga karena
kita tidak bisa bertindak dengan bijaksana.
Islam adalah agama yang
bijaksana dan, dengan demikian, Islam mengajarkan kebijaksanaan.
Dalam al-Qur’an (atau dalam
bahasa Arab umumnya), bijaksana atau kebijaksanaan ini disebut dengan
“al-khikmah”, kemudian orang yang bersikap atau bertindak dengan bijaksana
disebut “hakim”. (kalau kita pernah mendengar sebutan “pak hakim”, ini
sebenarnya orang yang harus memutuskan perkara dengan bijaksana).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala
juga mempunyai sifat al-hakim, yang artinya Maha Bijaksana, (al-hakim ini
termasuk asmaul husna). Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
قَالُوْا سُبْحنَكَ لَا
عِلْمَ لَنَا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
]البقرة:32[
Pada akhir ayat ini
terdapat kalimat: innaka antal-‘alim al-hakim, yang artinya “Sesungguhnya
Engkau Dzat yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Allah juga mempunyai sifat
“ahkamul hakimin”, Dzat yang lebih bijaksana, sebagaimana yang disebutkan pada
surat al-Thin, ayat terakhir, “alaisa Allah bi ahkamil hakimin”.
Al-Qur-an, kitab suci umat
Islam, kitab suci kita semua, juga mempunyai sifat al-hakim, makanya sering
kita dengar; al-Qur’anul hakim; artinya al-Qur’an yang bijaksana (misalnya disebutkan
pada surat yasin; 2: yasin, wal-Qur’anil hakim. Atau pada surat Luqman; 2: alif
lam mim, tilka ayatul kitabil hakim).
Saudara-ku dan Para Sahabat
ana , Semua ini menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang mengandung
ajaran-ajaran kebijaksanaan. Sepakat ??
Semua nabi dan rasul,
termasuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam diutus oleh Allah Subhanahu
Wa Ta'ala supaya mengajarkan persoalan kebijaksanaan. Sebagaimana Firman Alloh
dalam kitab Suci al-Qur’an:
كَمَا اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ
رَسُوْلًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ايتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ
الْكِتبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَالَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ
]البقرة:151[
“Sebagaimana Kami telah
mengutus seorang Rasul di antara kamu supaya membacakan ayat-ayat Kami,
mensucikanmu dan mengajarkanmu al-kitab dan kebijaksanaan (al-hikmah) dan
mengajarkanmu apa-apa yang belum kamu ketahui.” (QS: al-Baqarah; 151).
Kita semua, umat Islam ini
diperintah supaya mengajak keluarga kita, famili kita, saudara dan sahabat
kita, juga kepada sesama; yakni mengajak (berdakwah) kepada jalan agama Allah,
juga dengan cara yang bijaksana. Sebagaimana firmanNya:
اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالمَوْعِظَةِ الحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
اَحْسَنُ
“Ajaklah ke jalan agama
Allah, dengan cara bijaksana dan nasehat yang baik serta dengan berdialog yang
lebih baik” Ayat ini juga bisa dipahami bahwa sebenarnya setiap kita ini;
laki-laki atau perempuan, tua atau muda, semuanya harus menjadi hakim.
Artinya semuanya harus
berlaku bijaksana, yaitu hakim yang harus memutuskan perkara dan persoalan
dengan bijaksana, setidaknya persoalan kita sendiri atau dengan keluarga.
Perkara atau persoalan kita
ini, bisa hanya kecil saja (misalnya, memutuskan untuk makan, untuk menanam
padi, dll.), tetapi bisa juga agak besar (misalnya, untuk bekerja ke luar
negri, untuk menjual tanah, untuk nikah, untuk membuka usaha, dll). Semua ini
membutuhkan keputusan yang bijaksana.
Ya…, kita semua memang
menjadi hakim, yang harus memutuskan perkara dengan bijaksana, di mana dan
kapan saja, juga dalam kedudukan apa saja; baik ketika menjadi pemimpin,
menjadi tokoh masyarakat, menjadi kepala rumah tangga, menjadi bapak, menjadi
ibu, menjadi anak, menjadi petani, menjadi pedagang, menjadi guru, dll. yang di
amanahkan ALLOH sesuai semua status yang disandang nya , Semua ini memerlukan
sikap yang bijaksana atau harus disertai dengan kebijaksanaan.
Banyak sekali contoh-contoh
kegagalan dalam hidup ini, hanya karena tidak didasari dengan sikap hidup
bijaksana.
Seorang peminpin misalnya,
akan hilang kewibawaannya, lalu didemonstrasi, malah dilengserkan, sebab tidak
dapat bertindak dengan bijaksana. Kehidupan rumah tangga bisa gagal, tidak bisa
rukun dan tidak bisa seiya sekata, sebab masing-masing tidak mampu bertindak
dan bersikap dengan bijaksana.
Seorang anak, tidak
diperhatikan oleh orang tuanya, sebab prilaku sang anak tidak dilandasi dengan
sikap yang bijaksana. Orang tua tidak dihormati putra-putrannya, juga karenan
tidak bertindak dengan bijaksana.
Begitu juga, seperti kita
ketahui, peperangan yang terjadi di Irak dan negara-negara lain atau di
beberapa daerah di negara kita, ini jelas sebagai konsekuensi dari sikap yang
tidak bijaksana.
Pada akhirnya, semua
perbuatan yang tidak didasari dengan sikap bijaksana, jelas akan berujung
kepada kegagalan , kesusahan bahkan kerusakan.
Begitulah, sikap yang tidak
bijaksana telah menjadikan semuanya menjadi hancur dan gagal.
Persoalannya. sebenarnya
apa yang dimaksud sikap bijaksana atau kebijaksanaan itu?
Dalam beberapa literatur
disebutkan, bahwa bijaksana ini merupakan satu sikap atau perbuatan, di mana
terjadi keseimbangan antara alasan, kenyataan, dan tujuan.
Dengan demikian yang
dimaksud perbuatan bijaksana adalah suatu sikap atau perbuatan yang benar-benar
ada :1.kejelasan alasan, 2.proses dan 3.tujuaninya. Ketiganya harus seimbang,
selaras, dan jelas.
Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam pernah memberi contoh, dengan sabdanya yang artinya :
“makanlah jika lapar dan
berhentilah (dari makan) jika sudah terasa kenyang”. Dari hadits ini bisa
dipahami bahwa lapar merupakan alasan dari kenyataan atau perbuatan makan,
sedang kenyang (atau tidak terlalu kenyang) adalah tujuan dari makan.
Tindakan bijaksana menuntut
adanya kesadaran terhadap apa yang diperbuat.
Sebab tindakan bijaksana,
harus lebih dulu memikirkan 1.apa alasannya, 2.apa tujuannya, dan 3.apa yang
kita perbuat; jika semuanya sudah jelas lalu apakah ketiga sudah benar dan
seimbang.
Maka tindakan bijaksana
tentu tidak sama dengan tindakan yang “hantam kromo” dan tanpa pikir panjang.
Tindakan bijaksana tidak sama dengan tindakan yang semu dan penuh tipuan, juga
tidak sama dengan tindakan emosi, hawa nafsu , merasa benar sendiri apa lagi
brutal hamtam kromo sana sini . . .
Sikap atau tindakan
bijaksana, sekali lagi, disyaratkan harus ada keseimbangan antara 1.alasan,
2.proses, dan3. tujuan .
Tindakan yang demikian
inilah yang akan mendapat kebaikan yang tak terhingga.
Sebagaimana firman Allah:
“Allah memberi khikmah kepada siapa yang dikehendaki, barangsiapa yang diberi
khikmah maka akan diberi kebaikan yang banyak, dan tidaklah mengambil pelajaran
kecuali orang yang mempunyai akal” (QS: al-Baqarah; 269)
Demikianlah, makna
bijaksana dan demikianlah janji Allah kepada orang yang bijaksana.
Maka tindakan yang didasari
dengan aji mumpung, apa lagi oportunis, tentu bukan perbuatan bijaksana.
Sebagaimana telah kita sampaikan di atas bahwa, sebagian besar kita belum
melaksanakan ajaran kebijaksanaan ini, meski hal ini sebenarnya merupakan
ajaran agama kita, Islam. (why ?? )
Jika kita perhatikan,
setidaknya ada tiga kecenderungan masyarakat kita dewasa ini, yang sedikit
banyak turut menyebabkan sulitnya untuk bisa berprilaku secara bijaksana. Oleh
karenanya sudah saatnya untuk dihindari.
Tiga hal itu adalah::
1. Kecendrungan/ kebiasaan
masyarakat dewasa ini, gampang memutuskan atau menyimpulkan, hanya dengan
dasar-dasar yang dangkal. Artinya, kita keburu bertindak, padahal belum jelas
alasannya. (MENINDAK LANJUTI PRASANGAK2) , Kita keburu mangakui atau berkata
“pasti” dan “yakin”, padahal belum didukung dengan data-data yang cukup.
Tindakan yang demikian ini,
tentu menjadi hambatan atau penghalang dari sikap bijaksana.
2. Kecendrungan masyarakat
yang kedua, adalah mudah menjatuh keputusan, hanya didasarkan pada prasangkanya
sendiri. Ini, pengaruhnya pada kita, bahwa kita lalu dengan mudahnya membuat
kesimpulan atau bertindak, hanya dengan bimbingan prasangka-prasangka saja.
Demikian ini juga jelas menyebabkan perbuatan/sikap yang tidak bijaksana.
Makanya, agama kita juga melarang untuk berprasangka ini, apa lagi berburuk
sangka.
3. Kemudian yang ketiga,
kita semua juga gampang sekali menjatuhkan pilihan, dengan alasan: karena
banyak orang telah sama-sama mengakui (atau berpendapat demikian). Artinya
sikap kita hanya didasarkan dengan pendapat umum (opini publik). Jika ada orang
yang mengatakan, misalnya: “gimana nggak percaya, lha wong semua orang sudah
mengatakannya”. Nah sikap demikian ini juga termasuk tidak bijaksana, sebab
hanya ikut-ikutan, tidak membuktikannya sendiri.
Jika kita dapat terhindar
dari tiga hal tersebut, dimungkinkan kita dapat berlaku lebih bijaksana, Insya
Allah. Memang, dalam menjalani hidup ini, kita harus aktif dan dinamis serta
harus banyak berbuat, namun tentu saja harus yang baik-baik. Jika memang belum
kuat alasannya, lebih baik kita menahan diri. Inilah barangkali maksud dari
hadits Nabi saw: “bicaralah yang baik-baik atau lebih baik diam saja”
Dengan
Bertauhidullah dan berakhlaqul karimah (Ihsan) - (Insan Mu'min Cerdas , berhati
dan ber akal), Insya'alloh kita bisa memiliki kepribadian yang arif - Bijaksana
secara islami insya'alloh , aamiin !!