PERNIKAHAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : hadits
Dosen pengampu : Dr. KH. Fadholan Musyafak, LC. MA,
Disusun oleh :
Ahmad Nur Rosid (1401026100)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan
pelaksanaannya bagi umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah,
dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar
hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta
dan kasih saying. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk
meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah
kepada Allah,karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena
itu,manusia disyariatkan untuk menikah.
Dibalik anjuran Nabi kepada
umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu
agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang tidak di ijinkan syara’ dan
menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual.Islam sangat
memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah,
mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian nikah ?
2.
Apa saja kategori memilih jodoh ?
3.
Apa tujuan pernikahan ?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian pernikahan
Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut
bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti
bersetubuh (wathi). Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut
syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang
antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya
perempuan dengan laki-laki. Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan, nikah
menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna
dengannya.
Dari pengertian diatas, pernikahan mengandung aspek akibat
hukum, melangsungkan pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajian serta
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena
pernikahan terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah SWT.[1]
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ
أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ
أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: Bagi kalian
Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri,
kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu
keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.”
[QS. An Nahl (16):72].
[QS. An Nahl (16):72].
Hadist Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh.
عَنْ أَبِي
هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْ أَةُ ِلاَ رْبَعٍ لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا
وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِ بَتْ يَدَاكَ
(اَخْرَجَهُ الْبُخَا رِيُّ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)
Artinya: Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama
bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta,
keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama,
maka engkau akan berbahagia. (H.R. Imam Bukhari).
Dari hadist diatas ,dapat
dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki memilih istri, yaitu:
a. Berdasarkan kekayaan
Lelaki yang memilih istri dengan kekayaan harta benda diharapkan
mampu menolong ia dan memenuhi segala kebutuhannya, atau agar dapat membantu
dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan menguba pandangan
atas kewjiban kepemilikan harta dengan agama atau tanpa adanya kewajiban.
b. Berdasarkan Nasabnya
Nasab
istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak orang. Lelaki yang
memilih istri karena nasabnya berkeinginan agar kedudukannya juga dapat
terangkat dengan tingginya kedudukan istri.
c. Berdasarkan kecantikannya
Memilih
istri hanya berdasarkan perasaan akan kecantikannya, dengan alasan bahwa dalam
pernikahan mencangkup kecantikan untuk bersenag-senang sehingga untuk mendorong
untuk menjaga diri dan tidak melihat perempuan-perempuan lain dan juga tidak
melakukan perbutan yang dibenci Allah SWT.
d. Berdasarkan agamanya
Nabi
mengungkapkan bahwa seorang laki-laki memilih istri karena agamanya maka ia
beruntung. Seorang istri yang baik agamanya memiliki keutamaan yang lebih baik
dari kecantikan fisik.Ia dapat menyenangkan dan baik perilakunya. Oleh karena
itu,hendaklah seorang lelaki dalam memilih istri hendaknya memprioritaskan
agamanya,daripada kekayaan,nasab,dan kecantikannya.[2]
Dalam hadist ini, menerangkan bahwa
yang menyeru laki-laki untuk nikah ialah: salah satu dari empat perkara diatas dan
diakhiri dengan yang berguna . Nabi SAW menyuruh mereka, jika mereka mendapat
wanita yang beragama, maka janganlah berpaling daripadanya. Ada riwayat
melarang mengawini wanita selain yang beragama, Ibnu Majah, Al Bazzar dan
Baihaki meriwayatkan hadist Abdullah bin Amr yang disandarkan kepada Nabi SAW,
“janganlah kamu kawin dengan perempuan karena cantiknya barangkali kecantikan
itu akan membinasakannya. Dan janganlah kawin dengan perempuan karena hartanya,
barangkali kekayaan itu akan menyebabkan durhaka, tetapi kawinlah kamu dengan
perempuan karena agamanya, sesungguhnya hamba perempuan yang hitam tak
berhidung tetapi agamnya lebih baik daripada lainnya”
Ada riwayat tentang sifat wanita yang
baik, Nasai meriwayatkan hadist Abi Huraira r.a. ia berkata : “dikatakan hai
Rasulullah : wanita mana yang baik ? Beliau bersabda: Wanita yang baik, apabila
dilihat menyenangkannya, apabila disuruh mematuhinya, tidak menyalahi pada
dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai.”
Hadist diatas merupakan dalil supaya bersahabat
dengan orang yang beragama dalam segala hal dialah yang pertama, karena
bersahabat dengan mereka dapat mengambil suri teladan dari kelakuan dan cara
hidup mereka terutama istri, maka orang yang pertama yang dipercayai tenteng
agamanya, karena ia teman berbaringnya, ibu bagi anak-anaknya, kepercayaan
terhadap harta dan rumahnya dan dirinya sendiri. [3]
Hadist Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi.
عَنْ عَبْدِ
الَّرحْمَنِ بْنِ يَزِ يْدِ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُوْ لُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَّ يَا مَعْشَرَ الشَّبَا بِ مَنِ اسْتَطَا عَ
مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَالْيَتَزَ وَّجْ فَئِانَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ
لِلْفَرْ جِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِا الصَّوْ مِ فَاءِ نَّهُ لَهُ
وِجَا ءٌ (اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)
Artinya: Dari Abdirrahman bin Yazid, Abdullah berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallama bersabda pada kami: "Wahai generasi muda,
barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga, maka hendaknya ia menikah,
karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa
belum mampu hendaknya berpuasa, sebab puasa dapat mengendalikanmu." (H.R.
Imam Muslim).
عَنْ عَا
ئِثَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ النِّكَاحُ
مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
وَتَزَوَّجُوْا فَإِ نِّيْ مُكَا ئِرٌ بِكُمُ اْلاُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ
فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِا لصِّيَامِ فَإِ نَّ الصَّوْمَ
لَهُ وِجَاءٌ (اَخْرَجَهُ اِبْنُ مَا جَهْ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)
Artinya: Dari Aisyah
berkata bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama Bersabda: Menikah adalah
sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku berarti bukan dari
golongan-Ku. Hendaklah kalian menikah sungguh dengan jumlah kalian aku
berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan
siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan perisai.
(H.R. Ibnu Majah).
Dari hadits
Aisyah menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi dan siapa saja yang mampu
menjalankan pernikahan dan sanggup membina rumah tangga maka segeralah menikah,
karena akan di akui sebagai umat Nabi Muhammad saw, tapi jika tidak mampu Nabi
menganjurkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali
dari hawa nafsu. Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat
kedalam 4 golongan yaitu:
a.
Golongan orang yang berhasrat
untuk berumah tangga serta mempunyai belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan
untuk menikah.
b.
Golongan yang tidak mempunyai hasrat
untukmenikah dan tidak punya belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
c.
Golongan yang berhasrat untuk
menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan inilah yang disuruh puasa untuk
mengendalikan syahwatnya.
d.
Golongan yang mempunyai belanja
tetapi tidak berhasrat untuk menikah, sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut
Abu Hanifah dan Malikiah di utamakan menikah.[4]
1. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah
untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan kelurga yang harmonis,
sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
kelurga sejahtera, artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin dikrenakan
terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahgiaan
yakni kasih sayang antara anggota keluarga.Sebenarnya tujuan perkawinan itu
dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
a.
Mendapatkan dan melangsungkan
keturunan
b.
Memenuhi hajat manusia untuk dapat
menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
c.
Memenuhi panggilan agama,
memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan
d.
Menumbuhkan kesungguhan untuk
bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk
memperoleh harta kekayaan yang halal.
e.
Membangun rumah tangga untuk
membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.[5]
KESIMPULAN
Melangsungkan pernikahan merupakan saling
mendapat kewajiban serta bertujuan mendapatkan keturunan, karena pernikahan
termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud
mengharap keridhaan Allah SWT. Rasulullah sendiri menganjurkan menikah bagi
kita yang sudah mampu untuk berkeluarga karena menikah merupakan sunnah beliau
dan nikah menjaga pandangan serta kemaluan kita. Adapun beberapa kriteria dalam
memilih jodoh yaitu: berdasarkan agamanya, keturunannya, kekayaannya dan
kecantikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencan. Cet.4,2010)
Ali Yusuf As-Subki. Fiqh
Keluarga. (Jakarta: Amzah,2010)
Achmad Usman. Hadist Ahkam. (Surabaya: Al-Ikhlas,1996)
Teuku Muhammad Harbi As shidiqy.
Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki Putra,2003)
[1] Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencan.
Cet.4,2010), hal.7-10
[3] Achmad Usman. Hadist Ahkam. (Surabaya:
Al-Ikhlas,1996).hal 146-147
[4] Teuku Muhammad Harbi As
shidiqy. Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki
Putra,2003),hal 5
5 Abdul Rahman Gozali. Fiqh
Munakahat (Jakarta.Kencana. 2010), hal 22-24
No comments:
Post a Comment