Resume
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Logika
Dosen Pengampu Dr.
Ilyas Supena, S.S., M. Ag.
Di susun oleh :
Ahmad Nur Rosyid (14010260100)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
Penulis : Drs. H. Mundiri
Penerbit : Jakarta, Rajawali Pers
A.
Silogisme Bukan
Bentuk Baku
Semua contoh silogisme kategorik yang telah kita bicarakan adalah
silogisme dalam bentuk standar, yakni silogisme yang terdiri dari tiga
proposisi, tiga term, dan konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya.
Akan tetapi, bentuk standar ini dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan.
Kelainan dari bentuk standar dapat terjadi karena:
1.
Tidak menentu
letak konklusinya
2.
Atau disana
seolah-olah terdiri lebih dari tiga term
3.
Atau hanya
terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu premis dan satu
konklusi
4.
Atau karena
proposisinya lebih dari tiga.
1)
Tidak
Menentunya Letak Konklusi
Dalam bentuk
baku, konklusi selalu disebut paling akhir tapi sering terdengar ungkapan
serupa:
-
Hanako pasti
rajin karena ia adalah teknisi jepang dan semua teknisi jepang adalah rajin
-
Semua professor
adalah cerdas, maka hasan tentu cerdas karena ia adalah seorang profesor
Pada contoh
pertama konklusi disebut paling awal sedangkan pada contoh kedua
pada
pertengahan. Contoh tersebut bila kita kembalikan pada bentuk standar adalah:
semua
teknisi jepang adalah rajin.
Hanoko
adalah teknisi jepang.
Jadi:
hanoko adalah rajin.
Semua
profesor adalah cerdas.
Hasan
adalah professor
Jadi:
hasan adalah cerdas.
Sekarang
marilah kita analisis bentuk silogismeserupa dari argument berikut:
Oleh
karena setiap mahasiswa UIN mengerjakan shalat ia tentu mahasiswa UIN karena ia
mengerjakan
shalat.
Langkah pertama dalam menganalis argumen serupa adalah menentukan konklusinya.
Proposisi yang berfungsi sebagai konklusi biasanya ditandai kata: maka, jadi,
tentu, karena itu, oleh karena itu, oleh karena itu maka, dan sebagainya. Bila
indikator-indikator itu tidak ada maka penentuannya berdasarkan kecerdasan
kita. Setelah kita temukan konklusinya maka proposisi yang tersisa pasti adalah
premis-premisnya. premis biasanya ditandai dengan ‘karena’ atau ‘oleh karena’
tetapi tidak pernah dengan ‘itu’, sebab ‘oleh karena itu’ adalah indikator
konklusi. Sekarang kita tinggal menentukan mana premis mayor dan mana premis
minor. Ini tidak sukar karena premis yang termnya menjadi subyek pada konklusi
tentulah premis minor sedangkan premis yang termnya menjadi predikat konklusi
tentulah premis mayor. Dengan langkah serupa maka silogisme di atas dapat kita
kembalikan pada bentuk standar menjadi:
Setiap mahasiswa UIN mengerjakan shalat.
Suci mengerjakan shalat.
Jadi: suci adalah mahasiswa UIN.
Bila kita perhatikan, argumen tersebut tidak benar, karena kedua
mediumnya tidak tertebar, jadi melanggar patokan.Dalam kenyataan argument
tersebut segera kita ketahui kesalahannya karena ternyata banyak orang
mengerjakan sholat tetapi ia bukan mahasiswa UIN.
2)
Seolah-olah
Terdiri Lebih dari Tiga Term
Pada silogisme
bentuk standar kita ketahui bahwa ia hanya terdiri tiga term, yaitu term mayor,
term minor dan term penengah. Apabila terdiri lebih dari tiga term maka akan
melahirkan kesimpulan yang salah. Tetapi dalam kenyataan kita sering menjumpai
bentuk silogisme yang memiliki lebih dari tiga term. Bentuk ini akan melahirkan
konklusi yang sah dengan syarat:
a.
Apabila dua
term diantaranya mempunyai pengertian sama, seperti:
Semua manusia
adalah tidak kekal.
Sokrates adalah
manusia.
Jadi sokrates
adalah fana.
Disini antara
‘tidak kekal’ dan ‘fana’; mempunyai pengertian yang sama, maka argument
tersebut sah. Argumen itu dapat pula dinyatakan:
Semua manusia
adalah tidak kekal.
Sokrates adalah
manusia.
Jadi: sokrates
pada suatu hari akan mati.
Argumen berikut
meskipun tampaknya terdiri lebih dari tiga term, tetapi absah:
Semua logam
dapat menghantarkan panas.
Seng adalah
logam
Jadi: seng
mampu menghantarkan panas.
b.
Apabila term
tambahan hanya merupakan pembuktian atau penegasan dari proposisinya, seperti:
Semua pahlawan
adalah agung karena ia mau berkorban untuk kepentingan umum.
Diponogoro
adalah pahlawan.
Jadi:
diponogoro adalah agung.
3)
Proposisinya
Kurang dari Tiga
Dalam ungkapan
sehari-hari dalam radio, surat kabar, buku-buku dan pidato-pidato jarang sekali
digunakan silogisme yang disebut keseluruhan proposisinya. Orang sering benar
tidak menyatakan salah satu proposisinya, ada kalanya premis mayor, ada kalanya
premis minor dan ada kalanya konklusi. Silogisme kategorik yang tidak
dinyatakan salah satu proposisinya disebut entimem.
Tiga macam
bentuk entimem yaitu:
·
Entimem premis
mayor tidak dinyatakan, seperti:
Ini salah, jadi
harus diperbaiki.
Bila
dikembalikan dalam bentuk standar menjadi:
Semua yang
salah harus diperbaiki.
Ini salah,
jadi:
Ini harus
diperbaiki.
·
Entimem premis
minor tidak dinyatakan, seperti:
Ia berhak
bersuara, karena semua anggota MPR berhak bersuara.
Bila kita
kembalikan dalam bentuk standar, menjadi:
Semua anggota
MPR berhak bersuara.
Ia anggota MPR,
jadi:
Ia berhak bersuara.
·
Entimem karena
konklusi tidak dinyatakan, seperti:
Semua profesor
luas pengetahuannya dan ia seorang professor.
Bila
dikembalikan dalam bentuk standar, menjadi:
Semua profesor
luas pengetahuannya.
Ia adalah
seorang profesor, jadi:
Ia luas
pengetahuannya.
Untuk menguji
abash tidaknya entimem jauh lebih sulit dibanding silogisme
kategorik
bentuk standar. Kita perlu menyatakan dahulu proposisi yang tersembunyi,
kemudian
kita terapkan patokan yang ada, abash atau tidak. Mengembalikan
pernyataan
sehari-hari dalam bentuk silogistik serta menguji keabsahannya., adalah
latihan
yang sangat berharga untuk membentuk daya analitik yang tajam dalam
menilai
argument sehari-hari.
“ia
adalah seorang komunis karena berpendapat demikian”
Selintas argument tersebut tidak
membawa keberatan apa-apa, tetapi menjadi lain manakala kita kembalikan pada
bentuk standar. Pertama kita analisis dahulu untuk menemukan konklusinya.’ia
adalah komunis’ tentulah konklusinya.’ia’ adalah subyek dan ‘komunis’ adalah
predikat. Kita ingat bahwa subyek konklusi diturunkan dari premis minor.Dengan
demikian proposisi ‘ia berpendapat demikian’ (dalam pernyataan semula hanya
disebut karena pendapat demikian) adalah premis minor.Sekarang bisa kita
ketahui bahwa yang tidak dinyatakan adalah premis mayornya.Bagaimanakah bunyi
proposisipremis mayornya?Kita ingat bahwa predikat konklusinya diturunkan dari
premis mayor.Jadi term ‘komunis’ merupakan bagian dari proposisi premis mayor.
Dengan melihat pada predikat premis minor, maka dapat kita ketahui bahwa bunyi
proposisi premis mayornya adalah ‘semua orang komunis berpendapat demikian’.
Argument di atas apabila kita susun dalam bentuk standar menjadi:
Semua
orang komunis berpendapat demikian.
Ia
berpendapat demikian. Jadi:
Ia
seorang komunis.
Bila kita
perhatikan, silogisme tersebut tidak sah, sebab middle term tidak satupun
tertebar,
jadi menyalahi patokan.
4)
Proposisi Lebih
dari Tiga
Sering terjadi
suatu persoalan tidak dapat diselesaikan dengan pertolongan satu
silogisme.Premis-premisnya ada kemungkinan membutukan beberapa argument untuk
mendukungnya. Hal ini menyebabkan terjadinyaserangkaian silogisme yang
bertalian erat satu sama lain. Argument yang terdiri dari serangkaian silogisme
kategorik disebut Sorite.Pada sorite, konklusi silogisme pertama menjadi premis
pada silogisme selanjutnya. Contoh:
Semua perempuan
berambut pirang adalah wanita cantik.
Sebagian guru
adalah perempuan berambut pirang.
Jadi: sebagian
guru adalah wanita cantik.
Semua guru
adalah manusia terdidik.
Jadi sebagian
manusia terdidik adalah wanita cantik.
Dalam
permbicaraan sehari-hari jarang sekali sorite diungkapkan seluruh
proposisinya
seperti di atas. Ada kecenderungan memadatkan sorite itu dengan tidak
menyebut
salah satu atau beberapa proposisinya. Contoh di atas sering hanya
dinyatakan
sebagai berikut:
Semua perempuan
berambut pirang adalah wanita cantik.
Sebagian guru
adalah perempuan berambut pirang.
Semua guru
adalah manusia terdidik.
Jadi
sebagian manusia terdidik adalah wanita cantik.
Kadang-kadang
sorite tidak hanya tersusun dari dua silogisme kategorik, tetapi lebih,
Seperti:
Ini
kayu.
Tiap
kayu adalah tetumbuhan.
Jadi
ini adalah tetumbuhan.
Tiap
tetumbuhan bertumbuh.
Jadi
ini bertumbuh.
Setiap
yang bertumbuh membutuhkan makanan.
Jadi
ini membutuhkan makanan.
Semua
yang membutuhkan makanan adalah tidak abadi.
Jadi
ini tidak abadi.
Dalam
pembicaraan sehari-hari silogisme ini hanya dinyatakan sebagai berikut:
Ini
kayu.
Setiap
kayu adalah tetumbuhan
Setiap
yang bertumbuh membutuhkan makanan
Setiap
yang membutuhkan makanan adalah tidak abadi
Jadi
ini tidak abadi.
Dengan
memperhatikan contoh sorite di atas ternyata, konklusi silogisme pertama
menjadi premis pada silogisme selanjutnya, dan konklusi silogisme kedua juga
menjadi premis pada silogisme ketiga, demikian selanjutnya.
Pada
sorite yang tidak dinyatakan beberapa proposisinya, ternyata predikat pada
proposisi pertama selalu menjadi subyek proposisi selanjutnya.Kesimpulannya,
subyek proposisi pertama dihubungkan dengan predikat proposisi terakhir.
Pada
sorite jenis ini, predikat proposisi yang lebih awal harus dituliskan
keseluruhan termnya tidak boleh dipotong. Apabila term predikat ada kata tidak
disebut dalam proposisi selanjutnya, akan mengakibatkan kekeliruan, seperti:
Hasan
memukul budi.
Budi
memukul marno, jadi:
Hasan
memukul marno.
Predikat
pada proposisi pertama adalah ‘memukul budi’ tetapi dalam proposisi selanjutnya
dituliskan ‘budi’ saja. Kekeliruan ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
Manusia
makan daging ayam.
Ayam
makan kotoran, jadi:
Manusia
makan kotoran.