29 December 2016

Sejarah Dramaturgi

Sejarah Dramaturgi

Tahun 1945, Kenneth Duva Burke (5 Mei 1897–19 November 1993) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama. Erving Goffman (11 Juni 1922–19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, pada tahun 1959 ia tertarik dengan teori dramatisme Burke, sehingga memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial “The Presentation of Self in Everyday Life”. Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi.
Dramaturgi dari istilah teater dipopulerkan oleh  Aristoteles.  Sekitar tahun 350 SM, Aristoteles, seorang filosof asal Yunani, menelurkan “Poetics”, hasil pemikirannya yang sampai sekarang masih dianggap sebagai buku acuan bagi dunia teater. Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi. Untuk menghasilkan “Poetics”, Aristoteles meneliti hampir seluruh karya penulis Yunani pada masanya.
Dalam tragedi kerja analisis Aristoteles. Dia menganggap Oedipus Rex (c. 429 SM) sebagai karya klasik yang dramatis. Dia menganalisis hubungan antara karakter, tindakan, dan dialog, memberikan contoh-contoh dari apa yang dia anggap sebagai plot yang baik, dan memeriksa reaksi drama memprovokasi penonton. Banyak dari "aturan" sering dikaitkan dengan "Drama Aristotelian", dimana deus ex machina adalah kelemahan tindakan terstruktur ekonomis. Dalam Poetics ia membahas konsep-konsep kunci banyak drama, seperti anagnorisis dan katarsis. Pada abad terakhir analisis Aristoteles telah membentuk dasar bagi berbagai TV dan panduan menulis film.
The Poetics adalah karya paling awal teori dramatis Barat. Karya non-Barat awal yg bersifat sandiwara adalah Sansekerta India "Natayasatra" ('The Art of Theatre) ditulis sekitar 100 Masehi, yang menggambarkan unsur-unsur, bentuk dan elemen narasi dari sepuluh jenis utama dari drama India kuno.
Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi.  Seperti yang kita ketahui, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, “The Presentation of Self In Everyday Life”. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Tujuan dari presentasi dari Diri–Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut dan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.  Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.   Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.  Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non-verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersend

Pengertian Dramaturgi

Pengertian Dramaturgi

Eugenio Barba mendefinisikan dramaturgi sebagai akumulasi aksi yang tidak terbatas pada gerakan-gerakan aktor, tetapi juga meliputi aksi-aksi yang terkait dengan adegan-adegan, musik, cahaya, vokal aktor, efek suara, dan objek-objek yang dipergunakan dalam pertunjukan. Lebih jauh dikatakan oleh Barba bahwa dramaturgi hanya bisa diidentifikasi dari suatu teks tertulis otonom (teks drama) dan proses pertunjukan teater yang melibatkan para karakter.
Dramaturgi adalah seni komposisi dramatis dan representasi dari unsur-unsur utama dari drama di atas panggung. Kata Dramaturgi diciptakan oleh Gotthold Ephraim Lessing. Dramaturgi adalah praktek yang berbeda yang terpisah dari bermain, menulis dan mengarahkan, meskipun individu dapat melakukan kombinasi dari ketiganya. Beberapa drama menggabungkan menulis dan dramaturgi digunakan saat membuat sebuah drama. Lainnya bekerja dengan spesialis, yang disebut dramaturgi, untuk mengadaptasi sebuah karya untuk panggung.
Dramaturgi juga dapat didefinisikan secara lebih luas, seperti membentuk cerita kedalam bentuk yang dapat bertindak. Dramaturgi memberikan pekerjaan atau kinerja struktur. Dari tahun 1767 sampai 1770 Lessing menulis dan menerbitkan serangkaian kritik berjudul Dramaturgi Hamburg (Hamburgische Dramaturgie). Ini bekerja dianalisis, dikritik dan berteori teater Jerman, dan membuat Lessing menjadi bapak Dramaturgi modern.
Dramaturgi adalah eksplorasi komprehensif konteks dimana drama itu berada. Dramaturgi adalah sebuah pengalaman fisik, sosial, politik, dan ekonomi dimana aksi terjadi, psikologis dasar-dasar dari karakter, ekspresi metafora berbagai permainan keprihatinan tematik, serta atas pertimbangan teknis bermain sebagai bagian dari tulisan: struktur, ritme, aliran, bahkan pilihan kata sendiri.
Dramaturgi institusional dapat berpartisipasi dalam berbagai tahapan produksi bermain termasuk casting dari drama itu, menawarkan kritik inhouse produksi-kemajuan, dan menginformasikan direktur, para pemain dan penonton tentang sejarah bermain dan pentingnya saat ini. Di Amerika, jenis dramaturgi ini kadang-kadang dikenal sebagai Production Dramaturgy. Kelembagaan atau dramaturgi produksi dapat membuat file bahan tentang sejarah sebuah drama atau konteks sosial, mempersiapkan catatan program, memimpin pasca-produksi diskusi, atau menulis panduan belajar untuk sekolah dan kelompok. Tindakan ini dapat membantu direktur dalam mengintegrasikan kritik tekstual dan akting, teori kinerja, dan penelitian sejarah ke produksi sebelum membuka. Dramaturgi juga dapat disebut tari dan seni pertunjukan pada umumnya.



Beberapa contoh adalah:
Heidi Gilpin, yang menerjemahkan ide linguistik-matematis atau ilmiah menjadi pemahaman yang menawarkan landasan bersama yang memfasilitasi interaksi antara dia dan terkenal di dunia koreografer Forsythe.
Andre Lepecki hadir selama proses latihan keseluruhan dan menawarkan umpan balik untuk Meg Stuart luar studio, bermain bagian dari saksi dalam proses kreatif.
Hildegard De Vuyst adalah penonton pertama, memperkuat dan mengembangkan momen material. Bojana Cvejic, yang dramaturgi Xavier Le Roy, melihat dirinya sebagai seseorang yang menciptakan kondisi untuk pekerjaan, oleh karena itu fasilitator proses.
Karena dramaturgi didefinisikan secara umum dan fungsi dari dramaturgi dapat bervariasi dari produksi untuk produksi, masalah hak cipta mengenai hal itu di Amerika Serikat memiliki batas yang sangat jelas.
Pada tahun 1996, ada perdebatan didasarkan pada pertanyaan tentang sejauh mana dramaturgi dapat mengklaim kepemilikan produksi, seperti kasus Jonathan Larson, penulis Sewa musik dan Lynn Thomson, yang dramaturgi pada produksi. Thomson menyatakan bahwa ia adalah co-author dari pekerjaan dan bahwa dia tidak pernah ditugaskan, lisensi atau mengalihkan haknya. Dia meminta agar pengadilan menyatakan dia co-penulis Sewa dan memberikan 16% nya saham penulis dari royalti. Meskipun ia membuat klaimnya hanya setelah pertunjukan menjadi hit Broadway, kasus ini bukan tanpa preseden. Misalnya, 15% dari royalti dari Angels in America pergi ke dramaturgi dramawan Tony Kushner. Pada tanggal 19 Juni 1998, Amerika Serikat Pengadilan Banding untuk Sirkuit Kedua menegaskan putusan pengadilan asli bahwa Thompson tidak berhak dikreditkan dengan co-kepengarangan Sewa dan bahwa dia tidak berhak untuk royalti. Kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan dengan Thomson menerima undisclosed sum setelah dia mengancam untuk menghapus materinya dari produksi.
Dramaturgi adalah ajaran tentang masalah hukum, dan konvensi/persetujuan drama. Kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu dramoai yang berarti berbuat, berlaku, beraksi, bertindak dan sebagainya, dan “drama” berarti: perbuatan, tindakan. Ada orang yang menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan, sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.
Arti Drama:
* Arti pertama: Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala apa yang terlintas dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton.
* Arti kedua: Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Jika buku roman menggerakan fantasi kita, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri.
- Menurut Brander Mathews konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
- Menurut Ferdinand Brunetierre drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action.
- Menurut Balthazar Verhagen drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak.
* Arti ketiga: Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton.
Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Harymawan (1993) menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi.
Yang dimaksud dengan formula dramaturgi atau 4M adalah :
A1 : Mengkhayalkan
A2 : Menuliskan
A3 : Memainkan
A4 : Menyaksikan
A1: Disini untuk pertama kali manusia/pengarang mengkhayalkan kisah: ada inspirasi-inspirasi, ide-ide.
A2: Pengarang menyusun kisah yang sama untuk kedua kalinya, pengarang menulis kisah.
A3 : Pelaku-pelaku memainkan kisah yang sama untuk ketiga kalinya (action). Disini aktor dan aktris yang bertindak dalam stage tertentu.
A4: Penonton menyaksikan kisah yang sama untuk keempat kalinya.
Dalam buku 'The First Six Lesson' Richard Bolelavski menulis ada enam unsur seorang mampu berperan di atas panggung, yakni :
1.      Konsentrasi
Adanya penguasaan diri akan pemusatan kekuatan rohani, pikiran dan emosi
2.      Ingatan Emosi
Proses mengulang segala peristiwa masa lalu, kejadian yang terlewat. Pengalaman pribadi itu dihadirkan untuk menunjang ransangan daya cipta.
3.      Pembangunan Watak
Pembinaan emosi menuju klimaks untuk mengungkapkan susasana dramatis.
4.      Laku Dramatik
Diharapkan aktor dapat menumpahkan segenap kemampuannya.
5.      Observasi atau pengamatan
Dapat dikatakan bahwa yang ada disekeliling kehidupan ini adalah suatu objek yang perlu diamati.
6.      Irama
Adanya keteraturan yang dapat diukur oleh perubahan segala macam unsur yang terkandung dalam seni peran. Perubahan-perubahan itu dapat memberikan rangsangan estetik.
Pengertian sederhananya, dramaturgi adalah alur emosi dalam sebuah cerita. Ada yang mengistilahkan dengan naik-turunnya plot, atau naik-turunnya alur cerita, atau sesuai dengan kata dasarnya “drama – dramatik” dapat diartikan dramaturgi adalah naik turunnya sensasi dramatik dalam sebuah cerita.
Istilah dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya, dan Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu ‘penampilan’ yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan ‘gaya’ yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam situasi tertentu.

Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing aktor).

Makalah Antropologi Tentang Kebudayaan

KONSEP-KONSEP KEBUDAYAAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Antropologi
Dosen Pengampu  : Dra. Hj. Misbah Zulfah Elizabeth


Disusun oleh :

Ahmad Nur Rosyid
(1401026100)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kita sudah mempelajari bahwa manusia dengan kemampuan akal atau budinya, telah mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya, sehingga ia menjadi makhluk yang paling berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian, berbagai macam sistem tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak ia lahir selama seluruh jangka waktu hidupnya, sampai saat ia mati. Hal itu karena kemampuan untuk melaksanakan semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gen-nya, jadi tidak dibawa olehnya bersama lahirnya.
Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan” atau Culture itu, artinya dalam hal memberi definisi terhadap konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu  dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesustraan dan filsafat, definisi ilmu antropologi lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi. “Kebudayaan” adalah : kesuluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari kebudayaan?
2.      Bagaimana wujud dari suatu kebudayaan?
3.      Bagaimana adat istiadat dan sifat dari budaya?
4.      Apa sajakah unsur-unsur dari kebudayaan?



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskertabudhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata cultuur, dan dalam bahasa Latin, budaya berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Dan beberapa ahli pun menyimpulkan tentang budaya atau kebudayaan diantaranya:
1)      E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2)      R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentukan didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat yang lainnya.
3)      Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseleluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
a)    Kebudayaan nasional merupakan karya warga Indonesia, termasuk juga karya-karya orang zaman dahulu di berbagai wilayah tanah air.
b)   Kebudayaan nasional merupakan hasil karya warga Indonesia yang tema pikiran dan wujudnya mengandung ciri khas Indonesia.
c)    Kebudayaan nasional merupakan hasil karya warga negara Indonesia, dan umumnya dirasakan memiliki nilai yang tinggi sehingga menjadi kebanggan orang Indonesia.[2]
4)      Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.[3]
5)      Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
6)      Malinowski yang di pengaruhi oleh William James mengemukakan bahwa teori budaya harus di awali dari kebutuhan organis manusia.[4]
       Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik secara material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme,yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.[5]

B.       Wujud Kebudayaan
       Talcott Persons yang bersama dengan seorang ahli antropologi A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Maka, serupa dengan J.J Honigmann yang dalam buku pelajaran antropologinya yang berjudul The World of Man (1959 : hlm. 11-12) membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan”. Yaitu (1) ideas. (2) activities. (3) artifacts, pengarang berpendirian bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1)      Wujud kebudayaan sebagai suatau kompleks dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peratuaran dan sebagainya.
2)      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3)      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
       Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto karena lokasinya yang berada dalam alam fikiran warga masyarakat dimana kebudayaan itu hidup, namun jika dinyatakan dalam tulisan maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam kerangka dan buku-buku hasil karya para masyarakat.
       Wujud kedua adalah sistem sosial atau social system, mengenai pola dari tindakan manusia itu sendiri. Sistem ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia itu sendiri yaitu berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
       Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukanbanyak penjelasan. Karena berupa seluruh total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.[6]

C.      Adat-Istiadat dan Sifat-Sifat Budaya
Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Idedologi. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar manusia mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup. Dalam setiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhan ada sejumlah nilai budaya yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya sehingga menghasilkan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.
Menurut seorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar konsepsi itu, ia menyatakan bahwa setiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia, selain itu ia juga mengembangkan suatu kerangka yang dapat dipakai oleh para ahli antropologi untuk menganalisa universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya dalam semua macam kebudayaan yang terdapat di dunia. Menurut C. Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah:
1)      Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia.
2)      Masalah mengenai hakekat dari karya manusia.
3)      Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam wuang waktu.
4)      Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
5)      Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkunagan alam, atau pendidikan. Yaitu sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya di mana pun. Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain:
1)        Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2)        Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3)        Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4)        Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.[7]

D.      Unsur-Unsur Kebudayaan
Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan Minangkabau, kebudayaan Bali, atau kebudayaan Jepang) sebagai suatu keseluruhan itu terintegrasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu kedalam unsur-unsur besar yang disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural universals. Dengan mengambil dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang disusun oleh beberapa sarjana antropologi ini, Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan bangsa di dunia, yaitu:
1)        Bahasa
2)        Sistem pengetahuan
3)        Organisasi sosial
4)        Sistem peralatn hidup dan teknologi
5)        Sistem mata pencarian hidup
6)        Sistem religi
7)        Kesenian
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal dapat menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu wujud yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Tiap unsur dapat diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil sampai beberapa kali. Dengan mengikuti metode pemerincian dari seorang ahli antropologi bernama R. Linton, maka pemerinci itu akan dilakukan sampai empat kali, dan dari ketujuh unsur tadi masing-masing harus juga dilakukan dengan ketiga wujud itu.
Fungsi dari unsur-unsur kebudayaan menurut beberapa sarjana antropologi yang mencoba mencapai pengertian mengenai masalah integrasi kebudayaan dan jaringan yang berkaitan dengan unsur-unsur antropologi. Adapun istilah “fungsi” itu dapat dipakai dalam bahasa sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah dengan arti yang berbeda-beda. Seorang sarjana antropologi, M.E. Spiro, pernah mendapatkan bahwa dalam karangan ilmiah ada tiga cara pemakaian fungsi unsur kebudayaan, yaitu:
1)      Pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna anatara suatu hal dengan suatu tujuan tertentu.
2)      Pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal dengan hal yang lain.
3)      Pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi anatar satu hal dengan hal-hal dalam suatu sistem yang terintegrasi



BAB III
KESIMPULAN

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskertabudhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata cultuur, dan dalam bahasa Latin, budaya berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik secara material maupun non-material
Kemudian, adanya wujud kebudayaan yaitu, wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Wujud kedua adalah sistem sosial atau social system, mengenai pola dari tindakan manusia itu sendiri. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukanbanyak penjelasan. Karena berupa seluruh total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Kebudayaan sendiri memiliki unsur, tiap-tiap unsur kebudayaan universal dapat menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu wujud yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Tiap unsur dapat diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil sampai beberapa kali. Dengan mengikuti metode pemerincian dari seorang ahli antropologi bernama R. Linton, maka pemerinci itu akan dilakukan sampai empat kali, dan dari ketujuh unsur tadi masing-masing harus juga dilakukan dengan ketiga wujud itu.




DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2000.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung:  PT CV PUSTAKA SETIA.
Setiadi, M.Elly.2010.Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Sutardi, Tedi. 2007. Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.
Syam, Nur. 2011.Madzab-madzab Antropologi. PT. LKiS, Yogyakarta.




[1]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2000), hlm. 179-186
[2]Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT Grafindo Media Pratama, 2007,) hlm. 20-21
[3]Drs. Beni Ahmad Saebani,M.Si.,Pengantar Antropologi, (Bandung: PT CV PUSTAKA SETIA, 2012), hlm. 161-162
[4]Dr.Nur Syam,  Madzab-madzab Antropologi, (PT. LKiS, Yogyakarta, 2011), hlm. 31
[5]M.Elly Setiadi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana,2010),hlm. 27-28
[6]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2000), hlm. 186-188
[7]Opcid., hlm. 30-31

Pidato Anak

Assalamualaikum wr wb
بسم ا لله الر حمن الر حيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على اشرف المرسلين وعلى اله وصحبه اجمعين. امابعد
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan nikmatnya kita dapat berkumpul dalam acara festifal anak sholeh ini dengan keadaan sehat wal afiat. Amin
Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Dengan ucapan
اللهم صلى على سيدنامحمد
Beliau adalah nabi yang membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang, yang penuh dengan pengetahuan.
Dewan juri dan hadirin hadirat yang dirahmati Allah SWT
Rosulullah merupakan sosok manusia yang sempurna untuk dijadikan contoh dan kita idolakan, beliaulah yang bisa membawa kita bahagia didunia maupun diakhirat kelak.
 Rosulullah juga terkenal sangat baik karena sesungguhnya Rosulullah diturunkan dibumi ini untuk menyempurnakan akhlak sesuai dengan hadits
انمابعثت لاتممامكارماالاخلاق

Rosulullah juga merupakan orang yang dapat jaminan dari Allah SWT berupa kebahagiaan didunia dan diakhirat, maka kita jangan ragu-ragu untuk menjadikan beliau sebagai idola kita dan kita tiru akhlaknya.
Sebuah firman Allah SWT yang menunjukan Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah tepatnya pada saat al-ahzab ayat 21 yang berbunyi:
لقدكان لكم فى رسول الله اسوةحسنه لمن كان يرجوالله واليوم الاخروذكرالله كثيرا

Yang artinya :
“sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu dan orang yang mengharapkan rahmat Allah SWT dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT.
Dewan juri dan hadirin hadirat yang dimuliyakan Allah SWT.
Salah satu sifat Rosulullah SAW adalah sabar, suatu ketika Rosulullah SAW berdakwah ke Thoif, akan tetapi kedatangan Rosulullah tidak diterima oleh penduduk Thoif, bahkan Rosulullah dihadang dan lempari dengan batu hingga jatuh dan berdarah dalam  keadaan sedih Rosulullah bersembunyi diatas bukit, tiba-tiba Malaikat penjaga bukit itu datang dan bertanya kepada Rosulullah.
“hendak diapakan kaum itu ya Rosulullah ?             
“(dengan tenang Rosulullah menjawab) aku mau dari keturunan merekalah yang menerima islam.
Dengan kesabarannya Rosulullah tidak membalas apa-apa tetapi malah mendo’akan dengan mengangkat tangannya terus berdo’a: “Ya allah berilah petunjuk pada kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Patut kita contoh kesabaran Rosulullah SAW karena Allah sangat menyukai orang-orang yang sabar seperti dalil :
ان الله مع الصبرين

Artinya :
“sesungguhnya allah itu bersama orang-orang yang sabar”
Sebelum saya akhiri, mari kita bersholawat bersama-sama :
Yarobbi bil mustofa baligh maqosidana
Waghfirlana ma madho ya wa si’al karomi
Muhammadku muhammadku dengarlah seruanku
Aku rindu aku rindu kepadamu muhammadku
Kau ajarkan hidup ini untuk salng mengasihi
Kutanamkan dalam hati kuamalkan sejak dini
Ya Rosulallah salamun alaik
Ya rofi’assya niwadaroji
Siapa yang cinta pada nabinya
Pasti bahagia dalam hidupnya
Engkaulah nabi pembawa cinta
Kau bimbing kami menuju surga
Demikianlah yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat dan dapat kita ambil hikmahnya. Saya akhiri dengan ucapan :
او سيكم ونفس بتقوالله


Wassalamualaikum wr wb

Makalah Komunikasi untuk Perubahan Sosial

Pembuka
Komunikasi Pembangunan adalah studi tentang perubahan sosial yang dibawa oleh aplikasi penelitian komunikasi, teori, dan teknologi untuk membawa tentang pembangunan .... Pembangunan adalah proses perubahan sosial yang partisipatif dalam masyarakat, yang dimaksudkan untuk membawa kemajuan baik sosial dan material, termasuk kesetaraan, kebebasan, dan kualitas bernilai lainnya untuk sebagian besar orang melalui mendapatkan kontrol lebih besar atas lingkungan mereka.
-Everett Rogers, 1976
Komunikasi pembangunan merupakan proses sosial, yang dirancang untuk mencari pemahaman bersama di antara semua peserta dari inisiatif pembangunan, menciptakan dasar untuk aksi bersama.
-UN FAO, 1984
Rencana penggunaan teknik komunikasi, kegiatan dan media memberikan orang alat yang kuat baik untuk mengalami perubahan dan untuk memandunya. Pertukaran intensif mengenai ide di antara semua sektor masyarakat dapat mengarah pada keterlibatan orang dalam penyebab umum. Ini merupakan persyaratan mendasar bagi pembangunan yang tepat dan berkelanjutan.
-Colin Fraser dan Jonathan Villet, 1994
Belum ada kelanjutan, pembangunan sosial yang efektif di mana prinsip-prinsip kepemimpinan dari dalam masyarakat yang paling terkena dampak, sebuah suara yang kuat dan independen dalam debat publik, dialog pribadi dan pengambilan keputusan oleh orang-orang yang paling terkena dampak, dan orang yang paling terlibat langsung menentukan dan menyetujui agenda pembangunan, belum memilki inti, komponen utama dari tindakan.
-Warren Feek, Komunikasi Initiative 2006
Komunikasi untuk Perubahan Sosial adalah proses dialog publik dan swasta melalui orang-orang yang mendefinisikan siapa mereka, apa yang mereka butuhkan dan bagaimana cara untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk memperbaiki kehidupan mereka sendiri. Ini menggunakan dialog yang mengarah ke identifikasi masalah bersama, pengambilan keputusan dan implementasi berbasis masyarakat solusi untuk isu-isu pembangunan.
- CFSC 2006
Komunikasi pembangunan melibatkan penciptaan mekanisme untuk memperluas akses masyarakat terhadap informasi mengenai reformasi, memperkuat kemampuan klien untuk mendengarkan pilihan mereka dan bernegosiasi dengan para pemangku kepentingan, memberdayakan organisasi-organisasi rakyat untuk mencapai proses yang lebih partisipatif, dan melakukan kegiatan komunikasi yang didasarkan pada penelitian.
-Bank Dunia, 2006
(http://sitresources.worldbank.org 2006)
Apa yang dimaksud dengan komunikasi untuk pengembangan dan perubahan sosial? Program pengembangan tidak dapat menghasilkan perubahan tanpa berhenti, secara kultural dan sosial sangat relevan dengan dialog komunikasi antara pengembangan penyedia dan para pelanggan, dan diantara kelompok/grup penerimanya.
Oleh karena itu, semuanya terlibat dalam analisis dan aplikasi komunikasi untuk perkembangan dan perubahan sosial-atau apapun yang secara luas berhubungan dengan ‘pengembangan komunikasi’-yang kemungkinan setuju dalam esensi/pokok pengembangan sosial adalah berbagi pengetahuan yang terarah dengan mencapai persetujuan untuk aksi maupun tindakan yang diambil menjadi hal-hal mengenai ketertarikan, kebutuhan, dan kapasitas dari semua fokus. Hal tersebut merupakan sebuah proses sosial.
Komunikasi media merupakan alat yang penting dalam mencapai proses ini tetapi hal tersebut digunakan bukan sebagai tujuan dalam komunikasi interpersonal yang harus bermain dalam aturan yang mendasar. Dasar inilah dalam komunikasi untuk pengembangan dan perubahan sosial yang telah diartikan dan diterapkan dalam alur yang berbeda tanpa melalui abad yang lalu.
Hubungan antara aplikasi praktis dari proses komunikasi dan teknologi dalam mencapai hasil pembangunan yang positif dan terukur merupakan subjek yang muncul dari penelitian, diskusi, dan dugaan.
Praktisi yang berpengalaman dan sarjana komunikasi ini menunjukkan perlunya untuk studi dekat masyarakat dan budaya dalam merumuskan media dan strategi penjangkauan, sehingga memastikan target penonton dicapai dengan cara yang sesuai untuk efek transfer pengetahuan. Hal ini terutama di negara berkembang, di mana akses ke informasi kesehatan pendukung, pertanian, HIV / AIDS, literasi dan inisiatif lainnya dapat menjadi vital.
Pengembangan komunikasi pada periode 1958-1986 secara umum disambut dengan antusias dan optimisme:
Komunikasi telah menjadi elemen kunci dalam proyek Barat mengembangkan Dunia Ketiga. Dalam satu setengah dekade setelah pengaruh dari Lerner 1958 studi komunikasi dan pembangunan di Timur Tengah, peneliti komunikasi mengasumsikan bahwa pengenalan media dan jenis pendidikan tertentu, informasi politik dan ekonomi ke dalam sistem sosial bisa mengubah individu dan masyarakat dari tradisional ke modern. Dipahami sebagai memiliki efek langsung dan cukup kuat pada khalayak Dunia Ketiga, media dipandang sebagai pengganda ajaib, yang mampu mempercepat dan memperbesar manfaat dari pembangunan. (Fair, 1989:145)

Dari Modernisasi, Melewati Ketergantungan Menjadi Keragaman

Setelah Perang Dunia Kedua, berdirinya PBB mendorong hubungan antar negara berdaulat, terutama Bangsa Atlantik Utara dan negara-negara berkembang, termasuk negara-negara baru yang muncul dari masa lalu kolonial. Selama periode Perang Dingin, negara adidaya-Amerika Serikat dan Uni Soviet-mencoba untuk memperluas kepentingan mereka sendiri untuk negara-negara berkembang. Bahkan, Amerika Serikat telah mendefinisikan pembangunan sosial dan perubahan sebagai replika sistem politik-ekonomi sendiri dan membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan trans-nasional.
Pada saat yang sama, negara-negara berkembang melihat 'welfare state' (Negara yang mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya) dari Atlantik Utara sebagai tujuan akhir pembangunan. Negara ini tertarik oleh transfer teknologi baru dan model dari sebuah negara yang tersentralisasi dengan perencanaan ekonomi terpusat – diarahkan kepada birokrasi pembangunan pertanian, pendidikan dan kesehatan sebagai strategi yang paling efektif untuk mengejar ketinggalan dengan negara-negara industri.
Pandangan ekonomi beriorientasi dengan ditandai adanya endogenism dan evolusionisme yang pada akhirnya mengakibatkan modernisasi dan teori pertumbuhan. Ia melihat pembangunan sebagai unilinear, proses evolusi dan mendefinisikan keadaan keterbelakangan dalam hal perbedaan kuantitatif diamati antara apa yang disebut negara-negara miskin dan kaya di satu sisi, dan masyarakat tradisional dan modern di sisi lain (untuk rincian lebih lanjut tentang paradigma ini, lihat Servaes 1999).
Sebagai hasil dari intelektual umum 'revolusi' yang berlangsung pada pertengahan tahun 1960-an, perspektif etnosentris pada pengembangannya ditantang oleh ilmuwan sosial Amerika Latin, dan kemudian lahir teori yang berhubungan dengan ketergantungan dan keterbelakangan. Pendekatan ini merupakan bagian dari reorientasi struktural umum dalam ilmu sosial. Ketergantungan yang utama berkaitan dengan efek ketergantungan negara-negara pinggiran. Namun tersirat dalam analisis mereka sebuah gagasan bahwa pembangunan dan keterbelakangan harus dipahami dalam konteks sistem dunia.
Paradigma ketergantungan ini memainkan peran penting dalam gerakan untuk Dunia Informasi dan Komunikasi Orde Baru dari akhir 1960-an ke 1980-an. Pada saat itu, negara-negara baru di Afrika, Asia dan keberhasilan gerakan-gerakan sosialis dan populer di Kuba, Cina, Chili dan negara-negara lain yang disediakan untuk tujuan penentuan nasib politik sendiri, ekonomi dan budaya dalam percaturan antar bangsa. Negara-negara baru ini berbagi ide menjadi independen dari negara adidaya dan pindah untuk membentuk Perserikatan Bangsa Non-Blok. Gerakan Non-Blok mendefinisikan pembangunan sebagai perjuangan politik.
Sejak demarkasi Pertama, Kedua dan Ketiga Dunia telah dipecah dan pusat daerah dapat ditemukan di setiap wilayah, terdapat kebutuhan untuk sebuah konsep pembangunan baru yang menekankan identitas budaya dan multidimensi. Dewsa ini dunia 'global', secara umum maupun entitas yang berbeda yang regional dan nasional, dihadapkan dengan krisis multifaset. Terlepas dari krisis ekonomi dan keuangan yang jelas, kita juga bisa merujuk kepada ideologi, moral, politik, etnis, ekologi dan keamanan krisis sosial. Dengan kata lain, perspektif ketergantungannya sebelumnya dipegang telah menjadi lebih sulit untuk mendukung karena tumbuh saling ketergantungan daerah, bangsa dan komunitas dalam apa yang disebut dunia 'global'.
Dari kritik terhadap dua paradigma di atas, terutama yang dari pendekatan ketergantungan, sudut pandang baru tentang pembangunan dan perubahan sosial muncul ke permukaan. Titik tolaknya adalah pemeriksaan perubahan dari bawah dan dari pengembangan diri masyarakat setempat. Asumsi dasarnya adalah bahwa tidak ada negara atau komunitas yang fungsinya benar-benar dan juga tidak ada negara yang perkembangannya secara eksklusif ditentukan oleh faktor eksternal. Setiap masyarakat tergantung satu atau cara lain baik dalam bentuk dan derajat. Dengan demikian, dicari kerangka di mana kedua Pusat dan Pinggiran yang dapat mempelajari hubungan mereka secara terpisah dan bersama.
Lebih banyak perhatian juga diberikan untuk isi pembangunan, yang berarti lebih kepada pendekatan normatif. Pertanyaan lain apakah pembangunan negara ‘maju’ sebenarnya dikembangkan dan apakah jenias kemajuan yang berkelanjutan atau diinginkan. Ini keuntungan banyaknya pendekatan yang berdasarkan pada konteks dan kebutuhan yang dirasakan dasar dan pemberdayaan sektor yang paling tertindas berbagai masyarakat di tingkat berbeda. Tesis utama adalah bahwa perubahan harus struktural dan terjadi pada berbagai tingkatan dalam rangka untuk mencapai tujuan ini.
Oleh karena itu, kita mulai buku ini dengan tiga kontribusi yang lebih umum yang, masing-masing dari multidimensi perspektif, mengatur panggung untuk analisis yang lebih rinci dari masalah komunikasi untuk perubahan sosial. Pendekatan berdasarkan pada konteks dan kebutuhan yang dirasakan dasar dan pemberdayaan sektor yang paling tertindas berbagai masyarakat di tingkat berbeda. Tesis utama adalah bahwa perubahan harus struktural dan terjadi pada berbagai tingkatan dalam rangka untuk mencapai tujuan ini.
Pradip Thomas berpendapat bahwa situasi kemiskinan di seluruh dunia dapat diselesaikan dengan partisipatif komunikasi. Penggunaan mekanisme pendidikan komunikasi partisipatif bisa membawa perubahan sosial dan pembangunan melalui peningkatan berkelanjutan dalam pertanian, kesehatan, pendidikan, politik dan ekonomi selama waktu yang cukup lama untuk membuat cukup proporsi penduduk yang kurang miskin, baik dalam materi maupun imaterial. Juga tema hak asasi manusia, budaya dan pembangunan harus dibahas dalam buku seperti ini. Jan Servaes dan Chris Verschooten mulai dengan merevisi 'dikotomi' tradisi dibandingkan modernitas, universalisme vs relativisme, dan individualism dibandingkan kolektivisme. Mereka sampai pada kesimpulan yang sama seperti yang dianjurkan oleh Komisi Dunia Kebudayaan dan Pembangunan, yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar (1995).

Perspektif Lokal dan Global
Proses di tingkat lokal dan global lebih rumit dibanding perkembangan tersebut di atas. Visi era komunikasi global tampaknya sangat relevan ketika perubahan lain lingkup masyarakat manusia dipertimbangkan. Tahun 1990-an, dengan runtyuhnya Tembok Berlin dan ledakan pertumbuhan internet, yang telah ditandai dengan runtuhnya hambatan fisik, virtual dan kelembagaan, yang membuat orang terpisah selama beberapa dekade sebelumnya. Hubungan perdagangan semakin dekat antara negara-bangsa, meningkatnya jumlah perusahaan transnasional, TIK, internet dan diskusi tentang e-commerce dan e-governance, munculnya isu-isu kesehatan dan lingkungan global, dan membantu untuk membawa tentang apa yang dijelaskan sebagai 'globalisasi' dari dunia kita. Secara umum, globalisasi dianggap sebagai pelebaran. memperdalam dan mempercepat keterkaitan seluruh dunia dalam semua aspek kontemporer kehidupan sosial.
Tapi, di luar kesadaran umum dan perjanjian keterkaitan global ini, ada ketidaksepakatan substansial tentang bagaimana globalisasi dikonseptualisasikan, bagaimana seseorang harus berpikir tentang dinamika kausalnya, bagaimana seharusnya ciri struktural, konsekuensi sosial-ekonomi, dan apa implikasinya pada pengentasan kemiskinan, budaya dan hak asasi manusia, kekuasaan negara dan pemerintahan.
Komunikasi Difusi VS Partisipatori
Media komunikasi dalam konteks pembangunan biasanya digunakan untuk mendukung pembangunan dan juga mengajak masyarakat untuk ikut serta mendukung proyek-proyek, biasanya digunakan untuk menginformasikan masyarakat tentang proyek, menggambarkan manfaat dari proyek tersebut, serta mengajak masyarakat untuk ikut serta mendukung berjalannya proyek tersebut. Media yang digunakan dengan cara penyebaran informasi seperti ini biasanya adalah melalui poster, pamphlet, radio, dan televisi, contohnya untuk mengajak masyarakat dalam ikut serta mendukung dalam hal pengendalian kelahiran secara nasional. Strategi seperti ini sudah biasa digunakan dalam kampanye – kampanye dengan berbagai topik.
      Model komunikasi seperti ini pada umumnya lebih mengacu pada proses penyebaran pesan dari seorang sender, kepada receiver, model ini disebut komunikasi difusi. Seorang Amerika bernama Everett Rogers dinyatakan sebagai orang pertama yang memperkenalkan teori difusi ini dalam konteks pembangunan. Model komunikasi difusi ini cocok digunakan untuk menyebarkan perubahan, bisa jadi berupa inovasi budaya yang baru. Pendekatan ini fokus pada proses penyebaran dan adopsi dari inovasi dalam bentuk yang lebih sistematis dan terencana. Media massa merupakan salah satu pihak yang berperan penting dalam proses ini, yaitu dalam penyebaran kesadaran akan kemungkinan dan praktis yang baru, namun untuk tahap memutuskan untuk mengadopsi inovasi atau tidak, hal ini dibutuhkan komunikasi personal. Komunikasi personal ini dipercaya lebih efektif untuk memberikan efek langsung pada perubahan kebiasaan sosial daripada komunikasi melalui media massa.
Perspektif baru mengenai komunikasi pembangunan mengklaim bahwa saat ini masih sedikit pandangan tentang komunikasi pembangunan. Mereka berpendapat bahwa model difusi ini merupakan bentuk vertikal atau model satu arah, yang diyakini kurang efektif untuk proses pembangunan dan perubahan sosial. Komunikasi melalui media massa dipercaya efektif dalam penyebaran informasi, namun untuk menuju tahap perubahan sikap sosial masih dibutuhkan komunikasi personal dalam bentuk interaksi dan diskusi yang bisa disebut dengan model partisipatori.
Dalam hal penyebaran informasi, ilmu pengetahuan, keyakinan, komitmen dan sikap yang benar dalam project pembangunan, partisipasi sangatlah penting dalam proses pengambilan keputusan untuk pembangunan. Dengan model komunikasi partisipatori ini maka setiap pihak dapat mengemukakan pendapat untuk mencapai perubahan dalam pembangunan.
Dari Sender ke Reciever
Dalam komunikasi horizontal, fokus berpindah dari komunikator menjadi orientasi receiver-centric, dimana yang diutamakan adalah bagaimana makan pesan diterima dengan baik daaripada proses penyampaian pesannya. Diutamakan pada proses pertukaran pesan dan informasi, daripada persuasi seperti pada model difusi.
Terdapat delapan karakteristik yang dibutuhkan dalam komunikasi pembangunan yakni : fokus pada manfaat dan keuntungan, mempertimbangkan bebagai stakeholder, partisipasi, fokus pada outcome, analisis dan pengumpulan data, model sistematis, strategi, dan berbagai kecakapan.
Komunikasi untuk Pembangunan dan Perubahan Sosial
Berikut terdapat beberapa perspektif dalam komunikasi untuk pembangunan dan perubahan sosial.
Perspektif pertama adalah komunikasi sebagai sebagai proses. Hal ini tidak terbatas pada media atau pesan saja, namun juga interaksinya dalam jaringan relasi sosial. Penerimaan makna pesan melalui berbagai sumber menjadi sama pentingnya dengan proses penyampaian pesannya.
Perspektif kedua yaitu media komunikasi sebagai bauran sistem komunikasi massa dan jalur interpersonal, dengan dampak dan  penguatan mutual. Dengan kata lain, media massa tidak seharusnya dilihat secara terpisah dari saluran lainnya. Dari media satu dengan yang lainnya memang memiliki perbedaan dan kesamaan, memiliki keunggulan dan kekurangan masing – masing. Contohnya internet, memiliki berbagai keunggulan seperti jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, dan lain – lain. Namun jika digunakan di daerah, radio nampaknya akan menjadi lebih efektif, karena lebih banyak yang menggunakan radio daripada internet.
Perspektif lainnya dari komunikasi dalam proses pembangunan adalah dari kepedulian antar-sektoral dan antar-instansi. Pandangan ini tidak terbatas pada organisasi informasi atau penyiaran dan kementerian, tetapi meluas ke semua sektor, dan keberhasilan dalam mempengaruhi dan mempertahankan pembangunan tergantung pada sebagian besar kecukupan mekanisme untuk integrasi dan koordinasi.
Komunikasi HIV / AIDS
HIV / AIDS sekarang ini sudah menjadi perhatian bagi masyarakat umum didunia karena semakin tinggi penyebaran virus penyakit ini. Hal ini dapat dikatakan sebagai tantangan terberat komunikasi pembangunan dan perubahan sosial karena hingga sekarang belum juga dapat mengurangi laju bertambahnya masyarakat yang terjangkit virus ini atau yang biasa desebut sebagai ODHA (orang dengan HIV / AIDS).
Rico Lie mengulas kembali tentang tiga pergeseran dalam pandangan tentang komunikasi HIV / AIDS yang sesuai : 1.) pergeseran dari kampanye media massa HIV / AIDS seperti pada umumnya menjadi tanggapan yang sesuai dengan budaya terhadap HIV / AIDS dan penggunaan media komunitas lokal, 2.) pergeseran dari melihat HIV / AIDS terutama sebagai masalah kesehatan menjadi masalah pembangunan, 3.) pergeseran dari terutama fokus pada perubahan sikap menjadi perubahan sosial. Semua pergeseran yang terjadi bisa jadi keluar atau bergeser pula dari teori, namun masih berkesinambungan dan relevan dengan permasalahan nyata dan kondisi yang terjadi di masyarakat.
Contohnya seperti pada kasus HIV / AID di Thailand dan Afrika Selatan. Di Thailand menggunakan cara pendekatan realigi yaitu agama Budha dan Kristen. Sedangkan di Afrika Selatan diterapkan kampanye menggunakan strategi komunikasi berbasis hiburan-edukasi. Praktis seperti ini kemudian dipelajari secara lanjut hingga kemudian dibuatlah teori baru yakni mengenai komunikasi dengan strategi hiburan-edukasi.
Komunikasi dan Pengembangan Apa dan untuk Siapa?
Colin Fraser dan Sonia Restrepo-Estrada (1998) jumlah semuanya: keberhasilan dan kegagalan dari sebagian proyek-proyek pembangunan seringkali ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu, komunikasi dan Keterlibatan masyarakat. "Meskipun komunikasi untuk pembangunan muncul menjadi di 1960, dan telah menunjukkan dengan jelas manfaat dan dampak dalam perubahan dan pengembangan tindakan, yang Peran masih belum dipahami dan dihargai untuk titik yang secara rutin dimasukkan dalam perencanaan pembangunan' (Fraser dan Restrepo-Estrada, 1998:39). Banyak proyek-proyek yang dimaksudkan yang dipikirkan di tempat yang jauh terpencil dari konteks yang sebenarnya di mana mereka seharusnya diimplementasikan. Akibatnya, mereka gagal untuk memahami hubungan kekuasaan yang kompleks dan proses budaya dan komunikasi yang ada pada tingkat lokal. Oleh karena itu, sebagian besar penulis dalam koleksi ini berpendapat bahwa partisipasi otentik langsung alamat dan distribusi listrik dalam masyarakat. Partisipasi melibatkan pembagian yang lebih adil dari kedua kekuasaan politik dan ekonomi, yang sering menurunkan keuntungan dari kelompok tertentu.



Communication and the Persistence of Poverty: The Need for a Return to Basics
(PRADIP THOMAS)
Pada umumnya pembaca pers di India akan menyadari peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kasus bunuh diri dalam komunitas penenun tradisional dan petani di India, di seluruh negeri. Bahkan, laporan terbaru oleh terkemuka India 'wartawan kemiskinan' P. Sainath (2006:2) menunjukkan bahwa masalahnya adalah masalah nasional dan yang telah mulai mempengaruhi bahkan di negara yang paling makmur, termasuk Maharashtra, yang beribukota di Mumbai adalah keuangan daerah - pusat India. Menulis kasus bunuh diri petani di wilayah Vidharba, Maharashtra, ia mengamati bahwa '... nomor bunuh diri petani di wilayah tersebut sejak Juni 2005 telah melewati 760 mark'. Wartawan ini, dalam artikel sebelumnya ( 2001:45 ) , kematian yang tercatat di Andhra Pradesh, mangkuk nasi India: 'Data terbaru pemerintah menunjukkan bahwa pada Anantapur, hanya satu distrik Andhra, 1.826 orang, terutama petani dengan kepemilikan yang sangat kecil dari dua hektar atau kurang, melakukan bunuh diri antara tahun 1997 dan 2000. Kombinasi faktor-faktor meningkatnya biaya input, keuntungan yang rendah, tidak memiliki tanah, kenaikan harga-harga komoditas penting, biji-bijian makanan khususnya, kurangnya subsidi, peningkatan pembayaran utang, kurangnya back-up layanan sosial, dan pembongkaran kesejahteraan ekonomi tampaknya menjadi faktor kunci yang telah memberi kontribusi pada kasus bunuh diri.
Meskipun sangat penting bahwa negara-negara seperti India memaksimalkan investasi mereka dalam, dan mudah-mudahan kembali dari, Teknologi Informasi (TI) revolusi, investasi tersebut harus dilihat dalam perspektif makro, dari sudut pandang kembali ke mayoritas daripada minoritas apapun kelompok. Analisis hasil pemilihan parlemen yang diadakan pada tahun 2004, terutama dari Andhra Pradesh, tidak menunjukkan bahwa salah satu alasan untuk kekalahan telak dari incumbent Partai adalah ketidakmampuan mereka untuk berbicara dalam bahasa dari pemilih mayoritas yang lebih peduli pasokan rutin air minum, kesempatan kerja dan harga rendah untuk makanan biji-bijian, dari sekitar investasi di bidang TI atau kabel serat optik negara.  Bertahannya kemiskinan sering dapat menyebabkan pergolakan. The 1 Mei 2001 demonstrasi di Manila, oleh pendukung sebagian besar miskin dipermalukan mantan Presiden Estrada , adalah jelas pengingat kesenjangan nyata yang ada antara kaya dan miskin di Filipina . empat dari 10 orang Filipina tergolong miskin .
Pada tahun 1997 , 20 persen dari populasi yang dicatat 52 persen dari pendapatan nasional, sementara 20 persen memiliki akses ke hanya 5 persen dari pendapatan itu. Sheila Coronel (2001:13-14), ketika mencoba untuk menjelaskan alasan pemberontakan oleh masyarakat miskin dalam mendukung mantan Presiden yang terkenal korup, percaya bahwa sikap pro-miskin dan perlakuan buruk dirasakan di tangan incarcerators kelas menengah yang katalis yang mengarah ke Epifanio de los Santos Street (EDSA) 3 reli, yang dalam hal angka, lebih besar dari angka di 2 orang reli daya EDSA yang menyebabkan jatuhnya Estrada dari kekuasaan.' Kota-kota kumuh yang luas Metro Manila, rumah bagi sekitar empat juta orang, menyediakan pelik bukti besarnya kemiskinan dan jenis visi, sumber daya, dan politik akan diperlukan jika miskin untuk memiliki bantuan langsung'. EDSA adalah jalan raya utama di Manila, di mana yang pertama EDSA reli diadakan dan yang mengakibatkan penggulingan rezim Marcos pada 1986. Yang jelas paradoks kematian, penderitaan dan dotcom ini bisa dibilang juga paradoks komunikasi pada abad kedua puluh satu . Ada kemajuan yang luar biasa di lapangan Teknologi Informasi, dan banyak keuntungan dan aplikasi bentuk digital informasi telah mengakibatkan perubahan kualitatif dalam kehidupan banyak orang di seluruh dunia.
Kekuatan atau Kegigihan dari Kemiskinan

          Dalamk kemiskinan, terdapa sebuah kekuatan untuk terjadinya perubahan social. Dari kegitan dan aktifitas sehari-hari. Semua itu tergantung dari apa yang mereka dapatkan, tetapi semua hal itu belum terjadi. Kejenuhan dalam komunikasi, serta terlalu banyaknya informasi yang mereka dapatkan belum bisa merubah kebutuhan hidup mereka.
            Sebuah data yang diterbitkan United Nations Development Programme (UNDP) menyatakan, dalam lima tahun ini grafik kemiskinan kian naik atau meningkat. Dengan kata lain, kesenjangan antara yang sangat miskin dan miskin sangat terlihat apalagi kesenjangan antara yang sangat miskin dan relatif miskin. Hingga tampak menyakitkan di seluruh bagian dunia.
            Kemiskinan tidak dibatasi oleh geografi, hal ini terlihat cari banyaknya negara-negara maju atau bisa disebut negara kaya juga memiliki masyarakat miskin, contohnya Amerika Serikat. Bahkan negara tersebut adalah surga dari kantong-kantong kemiskinan. Seperti masyarakat kulit hitam yang miskin dan Hispanik yang tinggal di Bronx, New York. Untuk mengekspos “nama” kemiskinan di Amerika membutuhkan kekuatan seperti badai Katrina.
            Kemiskinan dikelompokan sehingga dapat memberikan berbagai macam solusi yang ada dari berbagai sudut pandang. Pendekatan terhadap kemiskinana dalah sebagai berikut:
A.    Kemiskinan Sebagai Suatu Pola Pikir
Pendekatan ini, dipengaruhi oleh interpretasi sebagian psychologystic kemiskinan, sering mengakibatkan 'menyalahkan korban' kebijakan. Sementara pendekatan tersebut telah menurun, dalam konteks scenario pembangunan global yang ditandai dengan perubahan yang cepat di satu sisi, dan sedikit perubahan di sisi lain. Masih ada kecenderungan untuk menyalahkan orang-orang daripada untuk meragukan model dan prioritas, atau alat-alat dan teknologi perubahan. ( Thomas, 2006)
B.     Kemiskinan Sebagai Keterbatasan Sumber Daya
Di sini arti pemahaman dari arti kemiskinan semakin luas. Salah satunya adalah orang miskin berbeda dengan orang pada umumnya, karena disini orang miskin tidak mempunyai sarana untuk mengembangkan diri, sehingga mereka tidak bisa menjadi sebuah sumber daya manusia yang memadai dan signifikan.
Dasar pemikiran untuk pendekatan ini adalah kemiskinan tidak hanya merupakan indikasi dari kurangnya sumber daya tetapi kurangnya kesadaran masyarakat dalam peran mereka sendiri untuk melawan kemiskinan. Misalanya, kurangnya akses untuk mendapatkan informasi upah minimum sehingga mereka bisa menuntut hak mereka.
Menentukan sebuah kemiskinan di suatu daerah sangatlah sulit, karena beberapa hanya tampak dari permukaan saja. Keterbatasan akan adanya bukti-bukti nyata membuat bantuan untuk mereka menjadi tersendat. Dengan adanya foto-foto dan berita dari pers membuat masalah ini sedikit demi sedikit bisa terlihat.
Solusi untuk mengatasi hal ini adalah dengan pasokan input makanan, tempat tinggal, pusat perawatan kesehatan, menciptakan lapangan kerja dan sebagainya. Ini adalah salah satu model yang disukai oleh LSM dan lembaga-lembaga Internasional untuk menanggulangi kemiskinan. Tetapi kesadaran dari dalam diri masyarakat lebih baik daripada harus menunggu bantuan dari lembaga-lembaga dari luar.
C.    Kemiskinan Sebagai Kurangnya Hak Asasi Manusia
Dalam pendekatan ini, lagi-lagi kesadaran dari dalam adalah akses terpenting untuk mengurangi kemiskinan, dimana mereka bisa mengetahui hak-hak yang harus mereka dapatkan.
Tidak seperti model lain, kemiskinan dan hak asasi manusia adalah model yang fasih dengan politik, hukum, politik dan administrative pengaturan yang memungkinkan warga negara biasa untuk memenuhi kebutuhan mendesak danjangka panjang mereka.
Gagasan kemiskinan sebagai kurangnya hak asasi manusia didasarkan pada model awal pembangunan, dan pengembangan struktural. Populernya model ini dikaitkan dengan pemahaman yang agak radikal dari cara menanggulangi kemiskinan global.

Komunikasi dalam Pembangunan
Komunikiasi memiliki pengaruh begitu besar dalam menanggulangi kemiskinan dan komunikasi juga berperan sangat penting dalam melaukan perbahan sosial. Model sumber daya komunikasi adalah model sangat dominan. Hal ini juga dilakukan UNESCO dalam melakukan pendekatan awal.
Selain komunikasi, intervensi Teknologi Informasi dalam model pembangunan yang melanjutkan tradisi konseptualisasi informasi sebagai sumber data yang memadai dan lengkap dalam pembangunan.
Psychologistic, model perilaku terbaik terkait dengan teori Daniel Lerner dan kawan-kawan, meskipun tidak luas seperti di tahun-tahun sebelumnya, masih sangat banyak realitas di banyak bagian dunia. Model ini mengasumsikan bahwa penolakan untuk mengadopsi inovasi atau memodifikasi perilaku merupakan konsekuensi dari pola pikir tradisional, dari ketidakmampuan masyarakat untuk berempati atau mengadopsi kepekaan modern. Hal ini diasumsikan bahwa cara seperti pemikiran merupakan hambatan bagi modernisasi.
Model komunikasi partisipatif berkaitan erat baik dengan akses dan manusia dalam hal pendekatan untuk pembangunan. Berasal dari teori-teori Pedagogist Brasil Paulu Freire dan banyak percobaan komunikasi alternative lainnya. Hal ini memperlihatkan jika partisipasi masyarakat dalam komunikasi sangat penting untuk keberhasilan setiap proyek tertentu.
Hal ini didasarakan pada upaya sadar untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan mereka sendiri. Banyaknya dokumentasi yang mempermelihatkan proyek komunikasi partisipatif di Amerika Latin, Afrika dan Asia merupaka salah satu bukti akan keberhasilan komunikasi dan pembangunan dalam perubahan sosial.
Namun, keberhasilan pendekatan 'partisipatif' perlu dilihat terhadap pelembagaan secara gradual dari gerakan LSM di sebagian besar dunia dan berbagai upaya oleh pemerintah untuk memilih anggota baru dan menipiskan gagasan dari perubahan partisipatif. Apa yang penting tentang pendekatan yang terakhir adalah tidak adanya agenda politik secara jelas terkait dengan perubahan struktur dan praktik yang bertanggung jawab untuk kemiskinan. Dengan kata lain, model ini memiliki akses istimewa dalam memaksakan model pembangunan. Misalnya, stasiun radio pedesaan di Kamerun yang menyediakan peluang bagi masyarakat lokal dalam pemrograman dan dalam menciptakan konten. Namun, stasiun ini tidak dimiliki oleh masyarakat tertentu juga tidak mendorong mobilisasi rakyat dalam mendukung perubahan dalam skala besar. Demikian pula, banyak proyek berbasis TI di beberapa bagian Afrika, Asia dan Pasifik, didukung oleh lembaga antar-pemerintah yang kuat pada akses tetapi lemah pada peletakan intervensi ini dalam jangka panjang, pendekatan terpadu untuk pengembangan masyarakat. Salah satu paradoks sentral TI intervensi dalam pembangunan adalah bahwa 'akses' belum secara dramatis mempengaruhi keteguhan feodal ekonomi politik pedesaan dalam konteks seluruh dunia.
Namun, kontras dengan gagasan ini pengendalian partisipasi diadopsi oleh sebagian besar LSM dalam pembangunan, ada banyak proyek komunikasi berbasis masyarakat yang dimiliki dan dijalankan oleh masyarakat setempat. Dalam proyek ini, partisipasi adalah sarana untuk akhir yang lebih besar dan akhir yang lebih besar sering dikaitkan dengan pencapaian keadilan, hak asasi manusia, pembangunan yang adil. Contoh yang baik dari pendekatan ini adalah proyek radio yang didukung oleh Toronto Asosiasi Dunia untuk Komunikasi Kristiani di Haiti-Radio Inite, Radio Sel, Radio dan Radio Flambeau Lakay. Sementara tiga stasiun adalah jaringan melalui Pusat Port-au-Prince untuk Pengembangan Penelitian dan Aksi (CRAD), Radio Lakay merupakan bagian dari jaringan radio komunitas yang dijalankan oleh Sosyete Animasyou Kominikasion Sisyal (SAKS). Dalam kedua kasus, stasiun ini dijalankan oleh masyarakat lokal yang telah menempatkan radio di pusat pembangunan. Tidak hanya radio yang digunakan untuk pembangunan dalam arti tradisional, telah menjadi pusat pelestarian dan penyebarluasan budaya tradisional dan agama dan juga digunakan sebagai sistem peringatan dini untuk menginformasikan cuaca ekstrem pada masyarakat. Ini adalah dasar bagi berbagai upaya jurnalisme investigasi yang bertujuan untuk mengekspos kebrutalan polisi/militer, korupsi pemerintah, telah membantu memperkuat keamanan lokal, dan digunakan sebagai pusat informasi untuk 'hilang dan ditemukan' pesan dan pendidikan masyarakat. Yang paling penting, radio lokal di masing-masing kasus dijalankan oleh relawan lokal dan dikelola oleh orang-orang yang merupakan perwakilan dari masyarakat setempat.
Sementara pengenalan sebelumnya untuk intervensi komunikasi berbasis penanggulangan kemiskinan menunjukkan keragaman dan universalitas, jelas bahwa banyak intervensi ini tidak menyebabkan hasil yang diinginkan. Sementara sistem pengiriman mengalami perubahan, dengan TI sebagai sistem pengiriman disukai saat ini, isu-isu kontekstual yang lebih besar berkaitan dengan politik, ekonomi, kekuasaan dan perubahan sosial terus diabaikan. Sikap netral terhadap pengentasan kemiskinan, hanya menghasilkan perkembangan bertahap. Proyek-proyek tersebut jarang mempengaruhi keteguhan dan keberlanjutan hubungan kekuasaan yang ada. Netralitas ini merupakan bagian dari kesepakatan politik yang lebih besar yang menunjukkan bahwa kombinasi demokrasi dalam politik dan pasar bebas di bidang ekonomi memberikan kerangka ideal untuk pengembangan.

Politik yang Masuk Akal
Mari kita secara singkat membahas beberapa mitos yang telah dihasilkan oleh politik netral.
a.      Pasar sebagai Penyamarataan Besar
Ada kepercayaan umum dalam keutamaan pasar sebagai penyamarataan dalam pembangunan. Menurut gagasan ini, semakin banyak orang melibatkan diri dalam transaksi berbasis pasar, semakin baik kesempatan mereka untuk menjadi bagian dari masyarakat konsumsi. Dengan kata lain, ada asumsi bahwa konsumsi pasti akan mengarah pada kemakmuran, pemerataan, dan untuk penutupan kesenjangan ekonomi yang ada antara kaya dan miskin.
b.      Netralitas dari Pengembangan Usaha
Ada, pembunuhan inisiatif pembangunan yang didukung oleh badan-badan bantuan multilateral dan pemerintah. Upaya kontemporer oleh beberapa pemerintah di Afrika untuk mengumpulkan dana solidaritas digital adalah salah satu contohnya. Ada banyak orang lain di bidang pengembangan daerah aliran sungai, konservasi keanekaragaman hayati, peternakan, kredit mikro, berbasis gender pembangunan, dan sebagainya, yang menggabungkan inisiatif makro dan mikro diarahkan pada pengembangan masyarakat. Namun, dan ini adalah inti dari masalah-banyak proyek-proyek ini didasarkan pada merelatifkan kemiskinan. Kemiskinan sering dilihat sebagai fenomena makro yang mempengaruhi orang di seluruh lapisan. Mereka yang kemudian menjadi target untuk pengembangan adalah mereka yang dianggap miskin, relatif berbicara, tetapi yang juga memiliki akses terhadap lahan dan sumber daya dan yang dipandang mampu meningkatkan keadaan mereka. Dengan kata lain, ada gravitasi khas terhadap keluarga yang akan memberikan kontribusi terhadap pemerintah atau badan statistik keberhasilan anti-kemiskinan. Ini semacam pendekatan pasti akan mengarah pada marjinalisasi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau mereka yang tidak memiliki akses terhadap tanah dan sumber daya.
Sektor dari pengembangan usaha, yang merupakan konsekuensi pendanaan dari lembaga bantuan spesialis dan pemikiran terkini tentang pembangunan, sering menjadi kendala untuk direncanakan, pembangunan yang terintegrasi. Sementara isu gender, hubungannya dengan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, dan distribusi berbasis keadil sumber daya gender dalam lingkungan keluarga perlu dilihat sebagai masalah pada hak mereka sendiri, mereka juga harus dilihat sebagai gejala kekerasan yang lebih besar dalam masyarakat. Kurangnya pendidikan, sumber daya, akses ke lahan dan pekerjaan, kebiasaan agama dan sosial yang diskriminatif, realitas membagi kelas dan kasta, situasi kekerasan dilembagakan, yang merinci skema kesejahteraan masyarakat lokal di bidang kesehatan dan pendidikan sebagai hasilnya privatisasi dan utang pembayaran, degradasi lahan dan sumber daya tanah, bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim dan lingkungan, kegigihan lingkungan feodal dan oportunistik, politik korup di tingkat lokal dan nasional - semua faktor ini berkontribusi bahwa kekerasan yang lebih besar yang menciptakan korban di kalangan perempuan, anak-anak dan laki-laki.
Sektoraliasi pembangunan adalah turunan dari netralitas. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa lebih baik untuk fokus pada area spesifik. Hal ini didasarkan pada perspektif bahwa perubahan yang terjadi secara teratur akan menyebabkan perubahan dalam sektor lain-ke semacam efek domino. Namun, prediksi tersebut jarang bekerja dalam arti makro. Kemiskinan tidak dapat bermain-main. Akar penyebabnya terkait dengan arus listrik, kepemilikan sumber daya, dan akses ke layanan. Hal ini mungkin tampak seperti sebuah pernyataan ketinggalan zaman tetapi jika seseorang mengabaikan kenyataan ini, apa yang yang tersisa adalah skema yang dibangun di bangunan netralitas.
c.       Perbaikan Teknologi Informasi
Sementara perdebatan tentang kegunaan teknologi atau sebaliknya, terutama dalam pengembangan IT, adalah salah satu yang sedang berlangsung, akan terlihat bahwa perdebatan ini tidak memiliki blind spot pusat. Fokus pada kegunaan atau teknologi adalah salah ujung tongkat. Teknologi satelit dapat digunakan untuk melacak badai dan peta lahan milik penduduk asli tetapi juga dapat digunakan untuk tujuan militer. Apa yang penting dan sering diabaikan adalah keterlibatan dengan implikasi kebijakan mendukung penggunaan TI dalam pembangunan, misalnya logika efektivitas biaya dan efisiensi. Ambil contoh penggunaan TI dalam pendidikan melalui pembelajaran jarak jauh dan dalam konteks inisiatif pembelajaran lokal. Logika yang sering digunakan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh melalui pendidikan konvensional adalah kemudahan pengiriman, universalitas dan efektivitas biaya. Meskipun logika ini sempurna dalam konteks daerah terpencil dan medan yang sulit, dalam konteks geografis agak sulit, keputusan kebijakan yang mendukung TI dalam pendidikan biasanya berdampak pada perekrutan, pelatihan, dan memprioritaskan guru dalam pendidikan pedesaan. Dalam kebanyakan kasus TI menjadi pengganti guru dan bagian dari pmenuhan diri di mana kekurangan guru dnilai sesuai efektivitas biaya dan ketersediaan TI, keluar dari pengajaran persaudaraan. Sementara dalam konteksnya ditandai dengan kesempatan kerja yang luas, pelatihan ulang dan mempekerjakan kembali adalah kemungkinan nyata.
Dengan kata lain, efektivitas biaya yang terkait dengan induksi TI dan lingkungan belajar virtual dapat menyebabkan kematian profesi, seperti guru, sehingga lingkungan belajar yang lebih miskin kehilangan kesempatan belajar tatap muka. Inisiatif kebijakan tersebut pada gilirannya merupakan konsekuensi dari banyak tekanan ke pusat IT yang merupakan pusat dari upaya pembangunan.
Afrika mungkin tertinggal 15 tahun atau lebih di belakang AS dalam penetrasi PC dan internet, tetapi tertinggal lebih seperti abad belakang dalam keaksaraan dasar dan perawatan kesehatan. Program anti-malaria atau, sekolah yang baik, dan pencapaian pemerintahan yang bersih merupakan prioritas jauh lebih tinggi bagi negara-negara miskin di dunia daripada menghindari kesenjangan digital. Afrika bisa menjadi zona bencana ekonomi bahkan dengan telepon dan internet akses mobile secara luas menyebar di Eropa saat ini.

Menanggulangi Kemiskinan
Jadi, apa yang dapat dilakukan untuk membawa kemiskinan kembali menjadi agenda spesialis komunikasi, khususnya mereka yang terlibat dalam penggunaan komunikasi dalam pembangunan? Saran-saran berikut ini tidak berarti lengkap tetapi hanya titik dasar untuk penggunaan komunikasi lain untuk pembangunan:
a.      Pelatihan untuk Wartawan Pedesaan
Masalah kemiskinan bukan satu hal yang disukai dan sebagai hasilnya hanya ada segelintir wartawan di seluruh dunia yang secara aktif melaporkan isu-isu yang terkait dengan kemiskinan. Walaupun mereka berkontribusi aktif dalam pemberitaan dan penanggulangan kemiskinan, tapi bukanlah hal yang buruk untuk melatih masyarakat setempat mengenai jurnalisme. Penulis lokal yang paling cocok untuk melaporkan realitas lokal karena mereka mengerti lebih baik daripada orang luar. Selain itu, pelatihan tersebut akan memungkinkan suara mereka untuk didengar oleh warga dunia. Jurnalisme pedesaan sudah ada sejak akhir 1970-an dan perlu dihidupkan kembali, tetapi difokuskan pada pelatihan masyarakat yang paling rentan .
b.      Fokus pada Terintegrasi, Proyek Komunikasi Partisipatif
Perlu ada perhatian khusus pada proyek-proyek komunikasi yang berada di pusat pengembangan masyarakat dan yang membahas keadilan kritis dan masalah ekuitas yang dihadapi masyarakat. Arti dari akses dalam konteks ini adalah berkaitan dengan penegasan tujuan yang lebih besar.
c.       Investasi pada Proyek Komunikasi Berbasis Masyarakat
Komunikasi tidak bisa lagi dilihat sebagai suatu kemewahan. Ini adalah pusat upaya pembangunan. Pemerintah perlu berinvestasi dalam proyek-proyek media komunitas seperti mendukung inisiatif pembangunan lokal seperti sistem Panchayat di India. Dukungan untuk radio komunitas perlu menjadi bagian rutin dari dukungan pemerintah untuk pembangunan pedesaan. Sementara dalam kasus India, telah ada inisiatif baru yang bertujuan untuk mencari pusat informasi di pusat-pusat pedesaan. Tapi harus diingat bahwa pusat informasi tersebut harus terbuka dan dapat diakses oleh semua orang, bukan hanya oleh beberapa pihak yang punya hak istimewa. Dukungan untuk keragaman budaya lokal dan hak untuk bahasa harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari investasi dalam komunikasi bagi masyarakat.
d.      Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Lokal untuk Komunikasi
Ini mungkin terlihat jelas, tetapi pada kenyataannya inisiatif komunikasi bagi masyarakat miskin jarang direncanakan dengan masukan dan partisipasi dari masyarakat miskin itu sendiri. Sebagai contoh, usat informasi yang diusulkan di India adalah inisiatif berbasis negara yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh orang-orang di pemerintahan. Membuat beberapa manfaat dari inisiatif tersebut akan kurang mengenai sasaran, misalnya untuk petani yang membutuhkan informasi reguler harga produksi pertanian, itu pasti akan menjadi kurang berguna bagi masayrakat yang tidak memiliki lahan yang mungkin membutuhkan informasi lain.
e.       Masyarakat Miskin dan Hak Mereka untuk Informasi / Komunikasi

Sebagian besar negara di seluruh dunia belum memberlakukan peraturan perundang-undangan atas hak informasi secara signifikan. Sedangkan hak atas informasi (RTI) Act (2005) di India dan berbagai tingkat negara RTI legislasi sudah pasti membuka peluang bagi masyarakat miskin di India untuk mengakses informasi yang diperlukan untuk kenikmatan berbagai hak asasi manusia. Pelaksanaan RTI di India menawarkan salah satu harapan terbaik bagi masyarakat miskin pedesaan untuk memenuhi hak mereka untuk pembangunan. Hak untuk gerakan informasi adalah ekspresi awal dari hak komunikasi. Pelaksanaan akan hak ini merupakan hal penting bagi sebuah pengharapan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupaten Kendal

NAMA   : M Fajri Sobah  NIM       : 1404016069 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupa...