24 April 2017

Bimbingan Penyuluhan Islam

Bimbingan Penyuluhan Islam

Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah.  Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup.  Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko.  Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?
Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak.  Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ‘sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak.
“Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu.  Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan guru.  Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur.  Ada saja alasan mereka!”
Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya.  Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat.  Sudah jamak para ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat.  Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam.  Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah.  Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak.  Yang penting adalah merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!”
Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar mengapa dia harus shalat.  Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh.
Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.
Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua.  Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).
Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa Allah.  Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah.  Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran.  Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan  asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya.  Jika anak bisa memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah.  Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap.  Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya.  Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.
Kerjasama Ayah dan Ibu
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia melihat contoh real pada orangtuanya.  Orangtua adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan.  Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih.  Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat.  Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”
Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam.  Anak juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim.  Hal ini yang menjadikan si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis.  Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi anak.  Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah.

BOX:

Sembilan Tips Mendidik Anak Taat Syariah
  1. Tumbuhkan kecintaan pertama dan utama kepada Allah.
  2. Ajak anak Anda mengidolakan pribadi Rasulullah.
  3. Ajak anak Anda terbiasa menghapal, membaca, dan memahami al-Quran.
  4. Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dan kasih sayang Allah.
  5. Siapkan reward (penghargaan) dan sakgsi yang mendidik untuk amal baik dan amal buruknya.
  6. Yang terpenting, Anda menjadi teladan dalam beribadah dan beramal salih.
  7. Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum usia balig.
  8. Ramaikan rumah, mushola, dan masjid di lingkungan Anda dengan kajian Islam, dimana Anda dan anak Anda berperan aktif.
  9. Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya, dan dakwah Islam.

Model-model komunikasi

Model-model komunikasi

Dari berbagai model komunikasi yang sudah ada, di sini akan dibahas tiga model paling utama, serta akan dibicarakan pendekatan yang mendasarinya dan bagaimana komunikasi dikonseptualisasikan dalam perkembangannya.[4]

Model Komunikasi Linear

Model komunikasi ini dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication.[7] Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel).[butuh rujukan] Hasilnya adalah konseptualisasi dari komunikasi linear (linear communication model).[2] Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci: sumber (source), pesan (message) dan penerima (receiver).[4] Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima.[butuh rujukan] Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi.[2] Suatu konsep penting dalam model ini adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama sebuah pesan yang diterima oleh penerima. [7]

Model Interaksional

Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator.[4] Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. [2] Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain.[7] Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. [8] Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.[2]

Model transaksional

Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970.[5] Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus-menerus dalam sebuah episode komunikasi.[butuh rujukan] Komunikasi bersifat transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. [2] Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus-menerus mengirimkan dan menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal. Dengan kata lain, peserta komunikasi (komunikator) melalukan proses negosiasi makna.[4]

MODEL-MODEL KOMUNIKASI

Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Menurut Sereno dan Mortensen model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.

FUNGSI DAN MANFAAT MODEL

Gordon Wiseman dan Larry Barker mengemukakan ada tiga fungsi model komunikasi: pertama, melukiskan proses komunikasi; kedua, menunjukan hubungan visual; ketiga, membantu dalam mengemukakan dan memperbaiki kemacetan komunikasi. Deutch menyebutkan bahwa model memiliki empat fungsi: mengorganisasikan (kemiripan antara data dan hubungan), prediktif, memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan kapan dan berapa banyak, heuristik (menunjukan fakta-fakta dan metode baru yang tidak diketahui), pengukuran, mengukur fenomena yang diprediksi.
Fungsi-fungsi tersebut pada gilirannya merupakan basis untuk menilai suatu model:
·                Seberapa umum (general) model tersebut? Seberapa banyak bahan yang diorganisasikannya, dan seberaa efektif?
·                Seberapa heuristik model tersebut? Apakah ia membantu menemukan hubungan-hubungan baru, fakta, atau metode?
·                Seberapa penting prediksi yang dibuat dari model tersebut bagi bidang penelitian? Seberapa strategis prediksi itu pada tahap perkembangan bidang tersebut?
·                Seberapa akurat pengukuran yang dapat dikembangkan dengan model tersebut?

Irwin D.J. Bross menyebutkan beberapa keuntungan model. model menyediakan kerangka rujukan untuk memikirkan masalah, bila model awal tidak berhasil memprediksi. keuntungan lain pembuatan model adalah terbukanya problem abstraksi.

TIPOLOGI MODEL

Kita dapat menggolongkan model dengan berbagai cara. Model yang lebih penting adalah model simbolik yang terdiri dari model matematik dan model verbal; lalu model fisik yang terdiri dari model ikonik dan model analog.
Model verbal adalah model atau teori yang dinyatakan dengan kata-kata, meskipun bentuknya sangat sederhana. Model verbal sangat berguna terutama untuk menyatakan hipotesis atau menyajikan hasil penelitian. Model verbal ini sering dibantu dengan grafik, diagram, atau gambar. Contohnya adalah model struktur organisasi, yang dilihat dari perspektif komunikasi organisasi, tingkat-tingkat jabatan dan hubungan kerja (komunikasi formal) berbagai jabatan tersebut.
Model fisik secara garis besar terbagi dua, yakni model ikonik yang penampilan umumnya (rupa, bentuk, tanda) menyampaikan objek yang dimodelkan. Seperti model pesawat terbang, maket sebuah gedung atau kompleks. Sebagan model ikonik, selain menyerupai objek aslinya juga menunjukan sebagian fungsi penting objek yang dimodelkan. Contoh terbaik model ikonik ini adalah model kendaraan seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api. Menurut Bross, model menyajikan suatu proses abstraksi. Pesawat terbang yang sebenarnya menyajikan proses suatu abstraksi.
Perkembangan model simbolik, khususnya model matematik penting dalam profesi  ilmuwan. Pembuatan model adalah upaya penting dalam memajukan ilmu pengetahuan dan kuantitas model yang dihasilkannya menandai kematangan ilmiah disiplin tersebut.
Berdasarkan model-model kounikasi Lasswell, Shannon dan Weaver serta Schramm, yang linier namun terkenal itu misalnya, muncul model-model yang sirkuler. Dilihat dari jumlah unsur yang mengidentifikasi dalam fenomena komunikasi, model-model lebih mutahir menambahkan unsur-unsur baru yang dalam model lama tidak disebut. Misalnya lingkungan fisik, seperti dalam model Gudykunst dan Kim. dan konteks waktu dalam model Tubbs.
Model Gerbner merupakan perluasan dari model Lasswell, model Westley dan MacLean dari model Newcomb dan model DeFleur dari model Shannon dan Weaver. Schramm yang mengemukakan teori peluru komunikasi (the bullet theory of communication) sebagai model verbal mengenai efel komunikasi pada tahun 1950-an harus merevisi modelnya tersebut dalam dekade berikutnya.

MODEL-MODEL KOMUNIKASI: SUATU PERKENALAN
Komunikasi bersifat dinamis, sebenarnya komunikasi telah dibuat oleh para pakar.

Model S – R
Model stimulus – respon (S – R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini depengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan stimulus – respons. Model ini menunjukan komunikasi sebagai aksi reaksi yang sederhana. Bila seorang lelaki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu, itulah pola S – R.
Pola S – R dapat pula berlangsung negatif, misalnya orang pertama menata kedua orang dengan tajam, dan kedua orang itu balik menatap, atau enunduk malu, atau malah memberontak.

Model Aristoteles
Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik, yang sering juga disebut model retoris. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Tepatnya, ia mengemukakan tiga unsur dasar dalam proses komunikasi, yaitu pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).


Model Lasswell
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapa verbal, yakni
Who
Says What
In Which Channel
To Whom
With What Effect?

Model ini dikemukakan oleh Harold Lasswell tahun 1948 yang menggambarkan proses komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya alam masyarakat. Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu: pengawasan lingkungan, korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi lainnya. Lasswell mengaku bahwa tidak semua komunikasi bersifat dua arah.
Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut mengisyaratkan ahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Model Lasswell dikritik karena model itu tampaknya mengisyaratkan kehadiran komunikator dan pesan yang bertujuan. Model ini juga terlalu menyederhanakan masalah.

Model Shannon dan Weaver
Model awal komunikasi dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949. Model ini sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya. Model Shannon dan Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Dengan kata lain, model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirim sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver).
Model Shannon dan Weaver dapat diterapkan kepada konteks-konteks komunikasi lainnya seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi publik, dan komunikasi massa.

Model Schramm
Menurut Wilburg Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber boleh jadi seorang individu atau suatu organisasi seperti surat kabar, stasiun televisi. Menurut Schramm, setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai enkoder dan dekoder. Kita secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut.

Model Newcomb
Theodore Newcomb memandang komunikasi sebagai perspektif psikologi-sosial. Modelnya menyerupai diagram jaringan kelompok yang dibuat oleh para psikolog sosial dan menyerupai formulasi awal mengenai konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut sering juga disebut model ABX atau model simetri Newcomb menggambarkan bahwa seseorang A, menyampaikan informasi terhadap seorang lainnya, B, mengenai sesuatu, X, model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A kepada B dan terhadap X saling bergantung dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi.
1.      Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap tehadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)
2.      Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama
3.      Orientasi B terhadap X
4.      Orientasi B terhadap A

Model Westley dan MacLean
Westley dan  MacLean ini dipengaruhi oleh model Newcomb, selain juga oleh Lasswell dan yang lainnya. Mereka menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek dan orang yang tidak terbatass yang kesemuanya merupakan ”objek orientasi” menempatkan suatu peran C diantara A dan B, dan menyediakan umpan balik. Model Westley dan MacLean mencakup beberapa konsep penting yaitu umpan balik, perbedaan kemiripan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa, dan pemimpin endapat yang penting sebagai unsur tambahan dalam komunikasi massa.

Model Gerbner
Model Gerbner adalah merupakan perluasan dari model Lasswell. Model ini terdiri dari model verbal dan model dragmatik. Model verbal Gerbner adalah sebagai berikut:
·                Seorang sumber
·                mempersepsi suatu kejadian
·                dan bereaksi
·                melalui suatu alat (maluran, media, rekayasa fisik, fasilitas administratif dan kelembagaan untuk distribusi dan kontrol)
·                untuk menyediakan materi
·                dalam suatu bentuk
·                dan konteks
·                yang mengandung isi
·                yang mempunyai suatu konsekuensi
Model Gerbner menunjukan bahwa sesorang mempersepsi suatu kejadian dan mengirimkan pesan kepadan suatu transmitter yang pada gilirannya mengirimkan sinyal pada pemerima (receiver), dalam transmisi itu sinyal menghadapi gangguan dan mucul sebagai SSS bagi sasaran (destination)

Model Berlo
Model ini dikenal dengan model SMCR (source, message, channel, receiver). Sumber (source) adalah pihak yang menciptakan pesan baik seseorang maupun suatu kelompok.
Pesan (message) adalah terjemahan gagasan kedalam kode simbolik seperti bahasa atau isyarat saluran (channel) adalam medium yang membawa pesan dan penerima (receiver) adalam orang yang menjadi sasaran komunikasi.


Model DeFleur
Menggambarkan komunikasi massa ketimbang komunikasi antar pribadi. Modelnya merupakan perluasan dari model yang dikemukakan para ahli lain khususnya Shannon dan Weaver dengan memasukan perangkan media massa (mass medium service) dan peragkat umpan balik (feedback).

Model Tubbs
Menggambarkan komunikasi yang paling mendasar yaitu komunikasi dua orang (diadik). Model komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai transaksi yang mengasumsikan kedua peserta sebagai pengirim sekaligus penerima pesan. Model Tubbs melukiskan baik komunikator satu atau dua terus menerus memperoleh masukan yakni rangsangan baik luar dalam maupun luar dirinya yang sudah berlalu baik yang sudah berlangsung juga semua pengalaman fisik maupun sosial.

Model Interaksional
Model interaksional merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh para ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif interaksi simbolik dengan tokoh utamanya Herbert dan muridnya Blumer. Model interaksional sangat sulit digambarkan dengan diagramatik. Model verbal lebih disesuaikan dengan model ini.

22 April 2017

Islam dan kesetaraan jender ( Perempuan Harus Di muliakan )


Perempuan Harus Di muliakan

            Kaum wanita dalam keuadayaan non-Islam, dari segi sosiologi dan agama sepanjang masa , termasuk kedudukan kaum wanita di mata Bangsa Arab sebelum mereka memeluk Islam. Fakta sejarah mengatakan bahwasannya kaum wanita belum pernah mendapatkan penghormatan dan kemuliaan seperti yang mereka dapatkan setelah Islam datang. Abbas Mahmud Aqqad , dalam bukunya, Wanita dalam Al-Qur’an (hlm.57) menyatakan “ Al-Qur’an datang membawa aturan, memberikan hak asasi bagi kaum wanita yang belum pernah diberikan oleh ajaran ataupun undang-undang apapun sebelumnya. Lebih dari itu isalm mengangkat derajat  dan kedudukan kaum wanita dari kehinaaan menuju kemuliaan sebagaimana manusia yang dianggap selayaknya anak cucu Adam dan Hawa, suci dari kekejian amalan syaitan dan perilaku kebinatangan.
            Dalam kebudayaan Yunani kuno, salah satu negara dianggap maju kebudayaannya, hak asasi wanita direnggut dengan semena-mena. Mereka tidak mempunyai kedudukan apapun selain sebagai pemuas hawa nafu kebinatangan. Bahkan filosof Aristoteles pernah mengutuk bangsa Asbarata karena mereka dianggap terlalu banyak memberikan kemudahan kepada kaum wanita yang digaulinya dan  membrikan hak-hak kepada mereka melebihi kadar uuran yang lazim. Kemudahan yang dimaksud disini ialah hak kaum wanita Asbarta dibolehkan memiliki banyak suami. Sebenarnya hak asasi wanita Asbarta tidak sepenuhnya mereka miliki. Mereka anyak di remhkan dan dihina undang-undangnya, kaum laki-laki diperbolehkan menikahi atau memiliki wanita tanpa batasan jumlah. Mereka bangga dengan jumlah wanita yang mereka miliki. Serta mengelompokkan mereka dalam tida derajat. Ketiga derajat itu adalah istri sah, istri setengah sah  dan derajat terakhir ialahwanita yang dijadikan pemuas nafsu belaka. ( The Spirit of Islam hlm;222-223).
            Kaum wanita dalam bangsa Romawi pun nasibnya jauh lebih buruk. Lebih buruk dibandingkan dengan kaum wanita Athena. Pologini bagi bangsa romawi merupakan kebiasaan turun-temurun yang amat di banggakan. Kesucian suatu penikahan tidak dianggap penting oleh bangsa romawi, karena perkawinan itu dianggap hal yang rutin yang tak berarti sama sekali, bahkan hidup bersama tanpa menikah pun dianggap hal yang biasa dan diakui oleh pemerintah. Tentu saja keadaan ini membuat kaum wanita menjadi hina, tidak beda dengan barang yang di perjual belikan. (Al-Mar’atu Fil Qur’an. hal. 54)
            Demikianlah nasib buruk kaum wanita dalam masyarakat barat. Hal serupa juga dialami oleh kaum wanita dari bangsa-bangsa timur, seperti Babilonia, Asyuwariyin, dan bangsa Parsi. Di India, kaum wanita tidak memiliki hak asasi sama sekali bahkan hak untuk hidup sekali pun. Bila seorang istri di tinggal mati suaminya maka dia harus rela di bakar hidup-hidup bersama suaminya. Dia harus menceburkan dirinya kedalam api yang tengah membakar jasad suaminya.
            Dalam pandangan masyarakat jahiliyah, kaum wanita pada umumnya sudah dianggap sangat hina, kecuali wanita-wanita dari kabilah atau suku-suku terpandang. Perilaku bangsa Arab kepada wanita tak kalah kejinya dengan perlakuan bangsa-bangsa lain sezamannya. Demikian hinanya kaum wanita sehingga bangsa Arab tidak segan-segan mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang lahir. Barangkali, inilah perbuatan yang paling keji dalam sejarah kemanusiaan dan moralitas. Sebagian bangsawan Arab menganggap hal itu justru sebagai kebanggaan. Qois bin Ashim Al-Munqiri mengaku di hadapan Rasulullah bahwa iya telah mengubur beberapa belas bayi perempuan pada masa jahiliyah. Rasulullah sangat mengutuk perbuatannya itu sehingga Ia memerintahkan Qais dengan berkafarah memerdayakan setiap budak untuk tiap bayi yang di kuburkan.
            Sebelum Islam datang, wanita benar-benar jauh dari kata di muliakan. Contohnya, di bangsa Arab bayi perempuan di kubur hidup-hidup, apabila suaminya meninggal maka istrinya di wariskan untuk anak laki-lakinya. Kemudian di India yang menganut agama Hindu, apabila suami meninggal maka istri harus rela ikut di bakar bersama jasad suaminya.

(Sumber: Islam Tidak Bermadzhab. Dr.Mustofa Muhammad Asy Syak’ah)

16 April 2017

Sejarah Dramaturgi

Sejarah Dramaturgi

Tahun 1945, Kenneth Duva Burke (5 Mei 1897–19 November 1993) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama. Erving Goffman (11 Juni 1922–19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, pada tahun 1959 ia tertarik dengan teori dramatisme Burke, sehingga memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial “The Presentation of Self in Everyday Life”. Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi.
Dramaturgi dari istilah teater dipopulerkan oleh  Aristoteles.  Sekitar tahun 350 SM, Aristoteles, seorang filosof asal Yunani, menelurkan “Poetics”, hasil pemikirannya yang sampai sekarang masih dianggap sebagai buku acuan bagi dunia teater. Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi. Untuk menghasilkan “Poetics”, Aristoteles meneliti hampir seluruh karya penulis Yunani pada masanya.
Dalam tragedi kerja analisis Aristoteles. Dia menganggap Oedipus Rex (c. 429 SM) sebagai karya klasik yang dramatis. Dia menganalisis hubungan antara karakter, tindakan, dan dialog, memberikan contoh-contoh dari apa yang dia anggap sebagai plot yang baik, dan memeriksa reaksi drama memprovokasi penonton. Banyak dari "aturan" sering dikaitkan dengan "Drama Aristotelian", dimana deus ex machina adalah kelemahan tindakan terstruktur ekonomis. Dalam Poetics ia membahas konsep-konsep kunci banyak drama, seperti anagnorisis dan katarsis. Pada abad terakhir analisis Aristoteles telah membentuk dasar bagi berbagai TV dan panduan menulis film.
The Poetics adalah karya paling awal teori dramatis Barat. Karya non-Barat awal yg bersifat sandiwara adalah Sansekerta India "Natayasatra" ('The Art of Theatre) ditulis sekitar 100 Masehi, yang menggambarkan unsur-unsur, bentuk dan elemen narasi dari sepuluh jenis utama dari drama India kuno.
Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi.  Seperti yang kita ketahui, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, “The Presentation of Self In Everyday Life”. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Tujuan dari presentasi dari Diri–Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi.

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut dan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.  Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.   Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.  Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non-verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri.

Pengertian Dramaturgi

Pengertian Dramaturgi

Eugenio Barba mendefinisikan dramaturgi sebagai akumulasi aksi yang tidak terbatas pada gerakan-gerakan aktor, tetapi juga meliputi aksi-aksi yang terkait dengan adegan-adegan, musik, cahaya, vokal aktor, efek suara, dan objek-objek yang dipergunakan dalam pertunjukan. Lebih jauh dikatakan oleh Barba bahwa dramaturgi hanya bisa diidentifikasi dari suatu teks tertulis otonom (teks drama) dan proses pertunjukan teater yang melibatkan para karakter.
Dramaturgi adalah seni komposisi dramatis dan representasi dari unsur-unsur utama dari drama di atas panggung. Kata Dramaturgi diciptakan oleh Gotthold Ephraim Lessing. Dramaturgi adalah praktek yang berbeda yang terpisah dari bermain, menulis dan mengarahkan, meskipun individu dapat melakukan kombinasi dari ketiganya. Beberapa drama menggabungkan menulis dan dramaturgi digunakan saat membuat sebuah drama. Lainnya bekerja dengan spesialis, yang disebut dramaturgi, untuk mengadaptasi sebuah karya untuk panggung.
Dramaturgi juga dapat didefinisikan secara lebih luas, seperti membentuk cerita kedalam bentuk yang dapat bertindak. Dramaturgi memberikan pekerjaan atau kinerja struktur. Dari tahun 1767 sampai 1770 Lessing menulis dan menerbitkan serangkaian kritik berjudul Dramaturgi Hamburg (Hamburgische Dramaturgie). Ini bekerja dianalisis, dikritik dan berteori teater Jerman, dan membuat Lessing menjadi bapak Dramaturgi modern.
Dramaturgi adalah eksplorasi komprehensif konteks dimana drama itu berada. Dramaturgi adalah sebuah pengalaman fisik, sosial, politik, dan ekonomi dimana aksi terjadi, psikologis dasar-dasar dari karakter, ekspresi metafora berbagai permainan keprihatinan tematik, serta atas pertimbangan teknis bermain sebagai bagian dari tulisan: struktur, ritme, aliran, bahkan pilihan kata sendiri.
Dramaturgi institusional dapat berpartisipasi dalam berbagai tahapan produksi bermain termasuk casting dari drama itu, menawarkan kritik inhouse produksi-kemajuan, dan menginformasikan direktur, para pemain dan penonton tentang sejarah bermain dan pentingnya saat ini. Di Amerika, jenis dramaturgi ini kadang-kadang dikenal sebagai Production Dramaturgy. Kelembagaan atau dramaturgi produksi dapat membuat file bahan tentang sejarah sebuah drama atau konteks sosial, mempersiapkan catatan program, memimpin pasca-produksi diskusi, atau menulis panduan belajar untuk sekolah dan kelompok. Tindakan ini dapat membantu direktur dalam mengintegrasikan kritik tekstual dan akting, teori kinerja, dan penelitian sejarah ke produksi sebelum membuka. Dramaturgi juga dapat disebut tari dan seni pertunjukan pada umumnya.



Beberapa contoh adalah:

Heidi Gilpin, yang menerjemahkan ide linguistik-matematis atau ilmiah menjadi pemahaman yang menawarkan landasan bersama yang memfasilitasi interaksi antara dia dan terkenal di dunia koreografer Forsythe.
Andre Lepecki hadir selama proses latihan keseluruhan dan menawarkan umpan balik untuk Meg Stuart luar studio, bermain bagian dari saksi dalam proses kreatif.
Hildegard De Vuyst adalah penonton pertama, memperkuat dan mengembangkan momen material. Bojana Cvejic, yang dramaturgi Xavier Le Roy, melihat dirinya sebagai seseorang yang menciptakan kondisi untuk pekerjaan, oleh karena itu fasilitator proses.
Karena dramaturgi didefinisikan secara umum dan fungsi dari dramaturgi dapat bervariasi dari produksi untuk produksi, masalah hak cipta mengenai hal itu di Amerika Serikat memiliki batas yang sangat jelas.
Pada tahun 1996, ada perdebatan didasarkan pada pertanyaan tentang sejauh mana dramaturgi dapat mengklaim kepemilikan produksi, seperti kasus Jonathan Larson, penulis Sewa musik dan Lynn Thomson, yang dramaturgi pada produksi. Thomson menyatakan bahwa ia adalah co-author dari pekerjaan dan bahwa dia tidak pernah ditugaskan, lisensi atau mengalihkan haknya. Dia meminta agar pengadilan menyatakan dia co-penulis Sewa dan memberikan 16% nya saham penulis dari royalti. Meskipun ia membuat klaimnya hanya setelah pertunjukan menjadi hit Broadway, kasus ini bukan tanpa preseden. Misalnya, 15% dari royalti dari Angels in America pergi ke dramaturgi dramawan Tony Kushner. Pada tanggal 19 Juni 1998, Amerika Serikat Pengadilan Banding untuk Sirkuit Kedua menegaskan putusan pengadilan asli bahwa Thompson tidak berhak dikreditkan dengan co-kepengarangan Sewa dan bahwa dia tidak berhak untuk royalti. Kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan dengan Thomson menerima undisclosed sum setelah dia mengancam untuk menghapus materinya dari produksi.
Dramaturgi adalah ajaran tentang masalah hukum, dan konvensi/persetujuan drama. Kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu dramoai yang berarti berbuat, berlaku, beraksi, bertindak dan sebagainya, dan “drama” berarti: perbuatan, tindakan. Ada orang yang menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan, sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.

Arti Drama:

* Arti pertama: Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala apa yang terlintas dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton.
* Arti kedua: Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Jika buku roman menggerakan fantasi kita, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri.
- Menurut Brander Mathews konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
- Menurut Ferdinand Brunetierre drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action.
- Menurut Balthazar Verhagen drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak.
* Arti ketiga: Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton.
Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Harymawan (1993) menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi.
Yang dimaksud dengan formula dramaturgi atau 4M adalah :
A1 : Mengkhayalkan
A2 : Menuliskan
A3 : Memainkan
A4 : Menyaksikan
A1: Disini untuk pertama kali manusia/pengarang mengkhayalkan kisah: ada inspirasi-inspirasi, ide-ide.
A2: Pengarang menyusun kisah yang sama untuk kedua kalinya, pengarang menulis kisah.
A3 : Pelaku-pelaku memainkan kisah yang sama untuk ketiga kalinya (action). Disini aktor dan aktris yang bertindak dalam stage tertentu.
A4: Penonton menyaksikan kisah yang sama untuk keempat kalinya.
Dalam buku 'The First Six Lesson' Richard Bolelavski menulis ada enam unsur seorang mampu berperan di atas panggung, yakni :
1.      Konsentrasi
Adanya penguasaan diri akan pemusatan kekuatan rohani, pikiran dan emosi
2.      Ingatan Emosi
Proses mengulang segala peristiwa masa lalu, kejadian yang terlewat. Pengalaman pribadi itu dihadirkan untuk menunjang ransangan daya cipta.
3.      Pembangunan Watak
Pembinaan emosi menuju klimaks untuk mengungkapkan susasana dramatis.
4.      Laku Dramatik
Diharapkan aktor dapat menumpahkan segenap kemampuannya.
5.      Observasi atau pengamatan
Dapat dikatakan bahwa yang ada disekeliling kehidupan ini adalah suatu objek yang perlu diamati.
6.      Irama
Adanya keteraturan yang dapat diukur oleh perubahan segala macam unsur yang terkandung dalam seni peran. Perubahan-perubahan itu dapat memberikan rangsangan estetik.
Pengertian sederhananya, dramaturgi adalah alur emosi dalam sebuah cerita. Ada yang mengistilahkan dengan naik-turunnya plot, atau naik-turunnya alur cerita, atau sesuai dengan kata dasarnya “drama – dramatik” dapat diartikan dramaturgi adalah naik turunnya sensasi dramatik dalam sebuah cerita.
Istilah dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya, dan Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu ‘penampilan’ yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan ‘gaya’ yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam situasi tertentu.

Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing aktor).

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupaten Kendal

NAMA   : M Fajri Sobah  NIM       : 1404016069 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupa...