11 May 2019

MAKALAH TAFSIR “TOLERANSI BERAGAMA"


“TOLERANSI BERAGAMA"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari.Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama.Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia.Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan.Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan.Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalahh ini adalah :
v Untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen PAI 1 yakni bapak Drs. Muhtar Arifien Sholeh, M.Lib
v Untuk mengenalkan apa itu toleransi
v Untuk meningkan kesadaran akan toleransi beragama

BAB II
ISI

2.1 Pngertian Toleransi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.

            Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”  adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam.Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka.Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.
Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup.Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius.Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah.Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Makalah berikut akan mengulas pandangan Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan baik pada tingkat paradigma, doktrin, teori maupun praktik toleransi dalam kehidupan manusia.


2.2 Jenis-Jenis Toleransi

Ada tiga macam sikap toleransi, yaitu:
a.       Negatif : Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa.
Contoh : PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.
b.      Positif : Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.
Contoh : Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
c.       Ekumenis : Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham. Dalam kehidupan beragama sikap toleransi ini sangatlah dibutuhkan, karena dengan sikap toleransi ini kehidupan antar umat beragama dapat tetap berlangsung dengan tetap saling menghargai dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing.


2.3 Toleransi  Dalam  Islam

Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. . Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
يَٰٓأَيُّهَاٱلنَّاسُإِنَّاخَلَقۡنَٰكُممِّنذَكَرٖوَأُنثَىٰوَجَعَلۡنَٰكُمۡشُعُوبٗاوَقَبَآئِلَلِتَعَارَفُوٓاْۚإِنَّأَكۡرَمَكُمۡعِندَٱللَّهِأَتۡقَىٰكُمۡۚإِنَّٱللَّهَعَلِيمٌخَبِيرٞ١٣

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”

Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adapt-istiadat, dsb.  Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun.Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.


2.4 Konsep Toleransi Menurut Islam
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam.Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”.Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’alamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam).Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan.Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”
Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua (wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah olehmu sekalian akan Daku (saja).  Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing.Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari yang bathil”.
Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan lagi, yang artinya: “Katakan olehmu (ya Muhamad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!”  Ayat ini mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati.Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’.
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama.Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat menarik mengemukakan, Semu makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula mereka yang di lanit kepadamu”.Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah.Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi.Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan  dalam Syu’ab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.
Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini. Dalam hal ini, al-Qur’an menyatakan yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah agama menurut cara (Alla); yang alamiah sesuai dengan pola pemberian (fitrah) Allah, atas dasar mana Dia menciptakan manusia…”
Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa kalimat itu merujuk pada perjanjian yang disepakati Adam dan keturunanya.Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh kaum Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia, karena semua benih umat manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam. Penegasan Baidhawi sangat relevan jika dikaitkan dengan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran (al-hanîfiyyatus samhah).
Dilihat dari argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik al-Qur’an maupun Sunnah Nabi secara otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh.Ini jelas berbeda dengan gagasan dan praktik toleransi yang ada di barat.Toleransi di barat lahir karena perang-perang agama pada abad ke-17 telah mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga nyaris harga manusia jatuh ke titik nadir. Latar belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan di bidang Toleransi Antar-agama yang kemudian meluas ke aspek-aspek kesetaraan manusia di depan hukum.
Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)? Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain:
Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
Kelemah lembutan karena kemudahan
Muka yang ceria karena kegembiraan
Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.
Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu merupakan Inti Islam, Seutama iman, dan Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq).Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?.Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi.Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minall nar).



2.5 Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam
Sejarah Islam adalah sejarah toleransi.Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai rahmatal lil’alamin (pengayom semua manusia dan alam semesta).Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai.Islam tidak memaksakan agama kepada mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka menemukan kebenaran Islam itu sendiri melalui interaksi intensif dan dialog.Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang sangat luas ke hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik.
Memang perlu diakui bahwa perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan.Tapi peperangan itu dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami kekalahan.Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan.Pemaksaan keyakinan agama adalah dilarang dalam Islam.Bahkan sekalipun Islam telah berkuasa, banyak agama lokal yang tetap dibolehkan hidup.
Demikianlah, sikap toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinan-keyakinan lokal dalam sejarah kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum antara prinsip Syari’ah dengan praktiknya di lapangan.Meski praktik toleransi sering mengalami interupsi, namun secara doktrin tak ada dukungan teks Syari’ah. Ini berarti kekerasan yang terjadi atas nama Islam bukanlah otentisitas ajaran Islam itu sendiri. Bahkan bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah Muslim membiarkan, bekerjasama, dan memakai orang-orang Kristen, Yahudi, Shabi’un, dan penyembah berhala dalam pemerintahan mereka atau sebagai pegawai dalam pemerintahan.
Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka”.
Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat.Ia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi. Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus sebelumnya.
Kutipan ini saya tegaskan karena ini dapat menjadi kesaksian dari seorang non-Muslim tentang toleransi Islam.Dan toleransi ini secara relatif terus dipraktikkan di dalam sejarah Islam di masa-masa sesudahnya oleh orang-orang Muslim di kawasan lain, termasuk di Nusantara.Melalui para pedagang Gujarat dan Arab, para raja di Nusantara Indonesia masuk Islam dan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya Islam di sini.
            Selanjutnya, dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, ia dilakukan melalui perdagangan dan interaksi kawin-mawin. Ia tidak dilakukan melalui kolonialisme atau penjajahan sehingga sikap penerimaan masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan dengan suka rela memeluk agama Islam. Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya juga tidak dimusuhi. Di sini, perlu dicatat bahwa model akulturasi dan enkulturasi budaya juga dilakukan demi toleransi dengan budaya-budaya setempat sehingga tak menimbulkan konflik.Apa yang dicontohkan para walisongo di Jawa, misalnya, merupakan contoh sahih betapa penyebaran Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi yang amat mencengangkan bagi keagungan ajaran Islam.
Secara perlahan dan pasti, islamisasi di seluruh Nusantara hampir mendekati sempurna yang dilakukan tanpa konflik sedikitpun.Hingga hari ini kegairahan beragama Islam dengan segala gegap-gempitanya menandai keberhasilan toleransi Islam. Ini membuktikan bahwa jika tak ada toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka perkembangan Islam di Nusantara tak akan sefantastik sekarang.


2.6 Toleransi Antar Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10 :

إِنَّمَاٱلۡمُؤۡمِنُونَإِخۡوَةٞفَأَصۡلِحُواْبَيۡنَأَخَوَيۡكُمۡۚوَٱتَّقُواْٱللَّهَلَعَلَّكُمۡتُرۡحَمُونَ١٠
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”

Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim.
            Dalam mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan bagaimana kemampuan kita mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk kembali kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).

2.7 Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya.Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan.
(QS. Saba:24-26):          
۞قُلۡمَنيَرۡزُقُكُممِّنَٱلسَّمَٰوَٰتِوَٱلۡأَرۡضِۖقُلِٱللَّهُۖوَإِنَّآأَوۡإِيَّاكُمۡلَعَلَىٰهُدًىأَوۡفِيضَلَٰلٖمُّبِينٖ٢٤
24.  Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.

قُللَّاتُسَۡٔلُونَعَمَّآأَجۡرَمۡنَاوَلَانُسَۡٔلُعَمَّاتَعۡمَلُونَ٢٥
25.  Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".

قُلۡيَجۡمَعُبَيۡنَنَارَبُّنَاثُمَّيَفۡتَحُبَيۡنَنَابِٱلۡحَقِّوَهُوَٱلۡفَتَّاحُٱلۡعَلِيمُ٢٦
26.              Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui".

2.8 Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya habungan antar umat beragama. Sebab munculnya ketegangan intern umat beragama tersebut antara lain:
Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.
Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang randah agama lain.
Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
Kecurigaan  masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.
Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada kehidupan beragama akan memiliki makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri.
Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya.
Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
Perbuatan yang diwujudkan dalam:
keterbelakangan bersama.
Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi Taher, 1997:9).
Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain.

2.9 Manfaat Dan Contoh Toleransi Beragama

Ø Manfaat Dari Toleransi Beragama
v  Menghindari Perpecahan
Dengan belajar dan melakukan Toleransi Beragama maka kita  juga belajar bagaimana agar bangsa besar kita ini indonesia dapat bertahan lama. Negara kita terbukti sangat peka terhadap isu keagamaan oleh karena itu jika tidak bisa menjaga hubungan baik antara agama.Bahaya besar telah menanti bangsa ini.
v  Mempererat Hubungan
Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan kita dari sebuah perpecahan tapi juga dapat membuat kita lebih solid dalam hubungan kemasyarakatan.Dapat juga bertukar pikiran (bukan berdebat tentang agama yang lebih baik) agar dari hari kehari kehidupan ala multiagama di negara ini menjadi sesuatu yang biasa dan tidak menjadi alasan terjadi pertikaian anatara umat beragama.
v  Mengokohkan Iman
Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana  mngatur hubungan dengan masyarakat yang beragama lain. Wujud nyata tingkah laku toleransi akan menunjukkan perwujudan iman keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Contoh Toleransi Beragama
v  Saling Menghormati
Salah satu contoh toleransi dalam beragama ialah dengan saling menghormati anatar umat beragama. Dengan cara jika ada yang sedang puasa ya setidaknya kita jangan menganggi atau merusak puasanya. Jika ada yang  sedang berdoa tetaplah menjaga ketenangan saat umat lain beribadah.

v  Tidak Mengganggu
Tidak mengganggu sudah cukup baik untuk mewujudkan toleransi beragama di dalam masyarakat dengan cara jika ada upacara agama lain hendaklah tidak melanggar aturan. Misalnya acaranya nyepi janganlah merusak dengan menciptakan keributan tanpa peduli acara umat lain.




2.10 Silahturami Merupakan bentuk Dari Toleransi

Untuk terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT.Melainkan Islam justru sangat menekankan umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang baik dengan tetangga dan lingkungannya.
Islam adalah agama yang universal artinya rahmatan lil alamin. Umat Islam yang sangat menginginkan hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya berpegang dengan ajaran Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah senantiasa harus dibina tetapi karena manusia mahluk social maka dia harus membina hidup bermasyarakat artinya berhubungan dengan tetangga secara baik .
Islam sangat menjunjung tinggi silaturahmi dan cara memuliakan tetangga. Hal ini tercantum didalam ayat suci Al-Quran dan hadist, berikut dalilnya:
يَٰٓأَيُّهَاٱلنَّاسُإِنَّاخَلَقۡنَٰكُممِّنذَكَرٖوَأُنثَىٰوَجَعَلۡنَٰكُمۡشُعُوبٗاوَقَبَآئِلَلِتَعَارَفُوٓاْۚإِنَّأَكۡرَمَكُمۡعِندَٱللَّهِأَتۡقَىٰكُمۡۚإِنَّٱللَّهَعَلِيمٌخَبِيرٞ١٣
“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mendengar”. (QS Al-Hujurat:13)

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: Barang siapa senang diperluas rezekinya diperpanjang umurnya 1) hendaklah bersilaturahmi. Riwayat Bukhari.
Dari ra dia berkata: Rosulullah SAW Bersabda: Apabila engkau masak kuah, berilah air yang banyak dan perhatikan hak tetanggamu. Riwayat Muslim.
Dari beberapa hadist diatas menandakan bahwasannya Rosulullah SAW sangat memuliakan tetangga.Karena dengan kita memuliakan tetangga banyak sekali manfaatnya.Selain itu aplikasi dalam kehidupannya, kebersamaan hidup antara orang-orang Islam dengan non Islam sebenarnya telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah setelah hijrah. Dimana Rosulullah mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari orang-orang kafir dan muslim untuk saling membantu dan menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
v  Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku yang mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, pemeluk agama dan menganut kepercayaan yang berbeda-beda.

v  Kita perlu membina persatuan dan kesatuan dalam wadah Negara Kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

v  Masyarakat Indonesia memeluk agama dan keyakinan yang berbeda-beda, akan tetapi semua agama mengajarkan kepada setiap umatnya untuk saling menghormati, bekerja sama serta sikap toleransi agar dapat terciptanya kerukunan hidup.

v  Konsekuensi toleransi hidup beragama adalah setiap pemeluk agama menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap saling terbuka untuk bekerjasama dan saling bantu dalam usaha-usaha pembangunan di segala bidang.

v  Secara kodrati manusia di samping mempunyai kekuatan, juga dilengkapi dengan kelemahan-kelemahan, selain mempunyai kemampuan juga keterbatasan. Manusia memiliki sifat yang baik dan sifat yang kurang baik. Demi kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya manusia perlu mendapat bantuan atau bekerjasama dengan manusia lain dalam masyarakat, sebab itu manusia hanya akan mempunyai arti apabila hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di dalam masyarakat.













DAFTAR PUSTAKA

Dewi Motik P, Toleransi dan cara Bergaul, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1997.Google.com
Poejawidjadna, Etika, Filsafat, Tingkah Laku,Toleransi. Bina Aksara, Jakarta; 1982 
Zagorin, Perez (2003). How the Idea of Religious Toleration Came to the West. Princeton University
http://blog.unsri.ac.id/prima189/umum/sosiologi-agama-kerukunan-antar-umat-beragama-/mrdetail/14779
http://juliani-vj.blogspot.com/2011/11/makalah-toleransi-antar-umat-beragama.html
http://milakucaya.blogspot.com/p/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html
http://muhammadhasratul.blogspot.com/2012/06/sikap-toleransi-dalam-kehidupan.html
http://tommysyatriadi.blogspot.com/2013/02/manfaat-dan-contoh-toleransiberagma.html
Id.wikipedia.org/wiki/Toleransi.
okezone.com//Toleransi beragama

No comments:

Post a Comment

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupaten Kendal

NAMA   : M Fajri Sobah  NIM       : 1404016069 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Melakukan Sidak Ruang Isolasi Pemudik di Kabupa...